Jakarta - Setelah beberapa sempat hilang
keberadaannya, alat pembayaran berupa dinar dan dirham kini muncul
kembali ke permukaan. Diusung oleh ekonom asal Spanyol, Shaykh Umar
Vadillo, kini beberapa negara sudah menggunakan jenis uang ini sebagai
alat transaksi pembayaran. Tapi apakah ini akan layak dipakai di
Indonesia?
Direktur Departemen Pengedaran Uang Bank Indonesia, Adnan Djuanda mengatakan, selama masih di kawasan negara Indonesia, hanyalah rupiah yang menjadi alat pembayaran yang sah.
"Kalau mengacu pada Undang-Undang Mata Uang, alat pembayaran yang terjadi di Indonesia itu harus rupiah," ungkap Adnan saat ditemui di Kantor Bank Indonesia, Kamis (16/8/12).
Bahkan katanya, ancaman kurungan penjarapun bisa diberikan kepada siapa saja yang menggunakan alat pembayaran non rupiah.
"Sanksinya pidana, itu semua ada di UU Mata Uang, kalau tidak salah penjara 1 tahun dan denda Rp 200 juta kalau tidak salah," ungkapnya.
Adnan mengecualikan, transkasi yang bersifat internasional dan telah ada kesepakatan sebelumnya diperbolehkan untuk menggunakan alat transaksi selain rupiah.
"Yang dikecualikan sudah ada kalau diperjanjikan, atau perdagangan internasional," jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengomentari keberadaan toko yang dikabarkan sudah menggunakan dinar dan dirham sebagai alat transaksinya, bisa terkena pidana.
"Itu nggak boleh itu, bisa kena pidana," pungkasnya.
Seperti diketahui sebelumnya, Shyakh Umar Vadillo mengatakan peredaran uang ini sudah merambah ke seluruh penjuru dunia, bahkan di Indonesia pun sudah ada toko yang menerima dirham sebagai alat tukarnya.
"Ratusan toko di Indonesia sudah banyak yang pakai dinar, di toko-tokonya pakai stiker khusus," ungkap Shyakh Umar saat ditemui di Masjid Al Azhar (9/8).
sumber : http://finance.detik.com/read/2012/08/16/154050/1993420/5/bi-larang-transaksi-jual-beli-pakai-dinar-dan-dirham