Antara Kapitalisme, Ekonomi Syariah 1.0 dan Ekonomi Syariah 2.0â¦
- Details
- Kategori : Ekonomi Makro
- Monday, 31 December 2012 16:32
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Ibarat hubungan antara laki-laki dengan perempuan, kapitalisme itu adalah pasangan kumpul kebo. Asal dua belah pihak sudah suka sama suka, maka tidak perlu nikah resmi-pun jadilah. Riba-pun dianggap halal karena terjadinya dari suka sama suka, demikian pula dengan sumber daya alam, sumber modal dan pasar diekslpoitasi oleh segelintir orang-pun dianggap sah-sah saja karena pihak yang lain â" masyarakat luas â" pasrah dan menerima kondisi ini.
Â
Lantas muncullah generasi Ekonomi Syariah tahap awal yang saya sebut Ekonomi Syariah 1.0, kita apresiasi upaya teman-teman yang mencegah terjadinya âpasangan kumpul keboâ tersebut dengan menyerukan perlunya âaqad nikahâ â" aqad yang membuat yang sebelumnya haram menjadi halal.
Â
Terlepas bahwa perilaku pasangan yang âdinikahkanâ tersebut masih mirip dengan perilaku âkumpul keboâ sebelumnya, tetapi setidaknya secara aqad mereka sudah menikah secara sah â" secara aqad halal. Bila masih banyak kritik dari masyarakat â katanya syariah kok begini, kok begituâ¦Ã¢, ini wajar saja karena memang baru aqad-nya yang didandani.
Â
Tetapi mesikpun baru aqad-nya yang dihalalkan sedangkan perilakunya belum, tidak berarti masyarakat terus pilih âkumpul keboâ saja yang haram sekalian â" tetap yang âmenikahâ lebih baik. Meskipun si suami masih suka nggebukin istrinya, meskipun si istri masih rame-rame mendominasi para suami sehingga timbul istilah ISTI (Ikatan Suami Takut Istri), meskipun mereka belum peduli tentang tujuan pernikahan, belum peduli tentang anak yang dilahirkan menjadi apa nantinya â" tetap saja ini tidak lantas membuat aqad nikah yang sah itu tidak perlu.
Â
Maka pencapaian Ekonomi Syariah 1.0 (ES 1.0) ini perlu diteruskan dan disempurnakan â" itulah yang saya sebut Ekonomi Syariah 2.0 (ES 2.0). Jadi ES 2.0 bukanlah kritik terhadap kekurangan di ES 1.0, tetapi merupakan lanjutan dan penyempurnaan dari apa yang sudah dimulai oleh ES 1.0.
Â
Ibarat hubungan laki-laki dan perempuan tadi, setelah mereka ber-âaqad nikahâ secara sah di ES 1.0, selanjutnya di ES 2.0 mereka harus bisa membina keluarga yang benar. Agar timbul sakinah di hati sang suami, agar timbul mawaddah warahmah di antara keduanya, agar dari mereka kelak lahir para pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa dst.
Â
Bila karakter ekonomi âkumpul keboâ kapitalisme itu eksploitatif â" mengambil manfaat sebesar-besarnya bagi dirinya sendiri, ES 1.0 berkarakter reaktif â" berusaha mensyariahkan apa saja yang ada di kapitalisme mulai dari bank, asuransi, pasar modal, reksa dana dlsb.
Â
Sebagaimana reaksi yang tidak bisa melebihi aksi, maka sulit sekali ES 1.0 mengalahkan kapitalisme yang di-reaksi-nya. Setelah kurang lebih dua dasawarsa ES 1.0 dikenal di negeri ini misalnya, pangsa pasarnya masih kurang dari 5 % dari pangsa pasar kapitalisme ribawi yang berusaha di respon-nya.
Â
Walhasil dibutuhkan penyempurnaan ES 1.0 itu menjadi ES 2.0 untuk merubah karakter dari reaktif menjadi pro-aktif. Karena merupakan upaya untuk melanjutkan dan menyempurnakan, maka di ES 2.0 kita tidak lagi bicara berbagai bentuk aqad-aqad syariah dan produk-produk keuangan syariah yang sudah digarap di ES 1.0.
Â
ES 2.0 bergerak di wilayah yang lebih mendasar yaitu bagaimana kegiatan ekonomi yang merupakan upaya pemenuhan kebutuhan manusia itu, dilakukan sesuai dengan petunjuk aslinya di Al-Qurâan , Hadits dan apa â"apa yang sudah dilakukan oleh umat ini di masa-masa kejayaan Islam yang terdahulu.
Â
Kita tidak lagi bicara tentang bank, asuransi, pasar modal, reksa dana dan sejenisnya sebagaimana di ES 1.0. Di ES 2.0, tetapi kita bicara tentang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya insani, pasar, perdagangan, produksi, distribusi, pangan, air, energi dan hal-hal lain yang riil yang menjadi pemenuhan kebutuhan manusia.
Â
Berikut adalah beberapa contoh kasus untuk mempermudah pemahaman tentang bagaimana kapitalisme bekerja, bagaimana ES 1.0 meresponnya dan bagaimana ES 2.0 proaktif mengatasi kebutuhan yang sama dengan cara yang secara mendasar berbeda.
Â
Pangan, Energi dan Air
Â
Kapitalisme menganggap bahwa sumber-sumber penghidupan yang pokok bagi manusia seperti pangan, energi dan air (FEW : Â Food, Energy and Water) itu terbatas, maka dia diperebutkan dengan modal dan kekuatan-kekuatan lainnya â" siapa yang kuat dia yang mendapatkan.
Â
Akibatnya pemodal besar menguasai lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang luas, paten-paten bibit pertanian tanaman pangan di seluruh dunia, sumber-sumber energi, sumber-sumber mata air dlsb. sambil berharap dunia akan tergantung pada apa yang kini ada di genggaman tangan mereka.
Â
ES 1.0 belum menyentuh urusan FEW ini secara mendasar, kalau toh mereka terlibat pada pembiayaan proyek-proyek yang terkait dengan pangan , energi dan air â" mereka baru sebatas mendanainya dengan aqad yang benar secara syariah. Siapa yang didanainya, dan apa akibatnya bagi rakyat banyak yang tidak memiliki akses modal, akses sumber daya alam atau akses pasar â" itu belum menjadi bahasan di ES 1.0.
Â
ES 2.0 berpendapat bahwa sumber-sumber pemenuhan kebutuhan manusia seperti FEW itu disediakan oleh Allah secara sangat cukup di darat maupun di laut. Yang diperlukan adalah bagaimana menggali petunjuk ilahiah atas sumber-sumber itu, kemudian meng-eskplorasi-nya dengan segenap ilmu pengetahuan yang ada. Kemudian akses terhadap modal, ilmu pengetahuan dan sumber daya alam yang ada harus dijaga menjadi milik bersama bukan hak khusus segelintir orang saja atau privilege of the few.
Â
Bila si kapitalisme berusaha mengusai lahan-lahan pertanian dan paten-paten tanaman pertanian untuk padi, gandum dan sejenisnya, kemudian menguasai ekonomi negeri-negeri kaya minyak, mengusai negeri kaya akan sumber air bersih â" maka ES 1.0 meresponnya dengan membiayai kegiatan-kegiatan mereka dengan perbankan syariah, mengumpulkan modal untuk mereka dengan pasar modal syariah dan menjamin resiko mereka dengan asuransi syariah.
Â
ES 2.0 proaktif mencari petunjuk ilahiah dari Qurâan dan hadits untuk menjawab dimana atau apa sumber-sumber pangan itu, sumber-sumber energi itu dan bagaimana mengelola air yang jumlahnya tetap di muka bumi ini tetap available bagi seluruh penghuninya. Tidak berhenti pada tataran ilmu, tetapi ilmu yang digali harus menjadi landasan amal nyata dalam kegiatan sektor-sektor riil yang secara konkrit mampu memproduksi berbagai sumber pangan dan energi alternatif dan mampu menjaga ketersediaan air bersih untuk seluruh manusia sepanjang masa.
Â
Pasar
Â
Pasar bagi kapitalisme adalah harus dibuat sebebas mungkin â" tetapi secara ironis harus mereka kuasai, sehingga tidak mengapa yang kuat menggencet yang lemah. Tidak mengapa jumlah orang miskin tambah banyak karena keterbatasan akses mereka untuk menaikkan taraf hidup melalui akses pasar. Tidak mengapa antar yang kuat saling curang mencurangi, saling tuntut menuntut â" toh yang akan memikul bebannya adalah rakyat banyak pengguna produk-produk mereka.
Â
ES 1.0 lagi-lagi belum menyentuh pasar, sebagian pelakunya malah kadang terjebak mendanai proyek-proyek kapitalisme atau kepanjangan tangannya yang berusaha menguasai pasar dan meng-exploitasi-nya untuk kepentingan para kapitalisme itu sendiri.
Â
ES 2.0 bicara tentang tuntutan pada para pemimpin agar menteladani junjungan kita Rasulullah Shallallahu âAlaihi Wasallam dalam sunnah beliau tentang pasar ini. Bagaimana beliau mendirikan pasar khusus yang sesuai dengan karakter syariat Islam bagi umatnya, bagaimana kemudian beliau sendiri menjadi Muhtasib â" pengawas pasar sebelum kemudian diserahkan kepada sahabat beliau Umar bin Khattab dan seterusnya.
Â
Intinya ada dua sunnah pasar yang diperjuangkan di ES 2.0 yaitu pertama para pemimpin umat harus mampu menyediakan pasar yang dibutuhkan umat, yaitu pasar yang dipagari dengan fala yuntaqashanna wala yudrabanna â" tidak dipersempit dan tidak dibebani â" agar semua orang punya akses yang sama terhadap pasar, agar tidak ada entry barrier bagi pedagang baru di pasar dan agar akses terhadap pintu-pintu kemakmuran itu merata dan terbuka untuk semua.
Â
Yang kedua para pemimpin harus membentuk Hisbah (orangnya disebut Muhtasib) yaitu pengawas pasar, Â agar syariat jual beli diberlakukan di pasar, agar terjaga keadilan di pasar, agar tidak ada penipuan, kedhaliman, monopoli, penimbunan kebutuhan pokok, permainan harga dan hal-hal lain yang merusak pasar.
Â
Perdagangan
Â
Mirip dengan pasar, kapitalisme dunia berusaha menguasai perdagangan melalui berbagai cara. Dengan uangnya yang dibuat terus melemah agar mampu bersaing dengan negara lainnya, dengan berbagai paten dan standar yang menguntungkan yang kuat yang mampu mengurus segala macam persyaratan ini, dengan persyaratan permodalan usaha-usaha tertentu seperti bank, asuransi dlsb. yang sangat besar sehingga cengekraman akses modal hanyalah privilege of the view.
Â
ES 1.0 berusaha merespon dengan mengikuti hal yang sama, baik dari sisi uangnya, standarnya, persyaratan modalnya dlsb. Yang membedakan adalah sambil memenuhi hal-hal yang sama tersebut, para pemain ES 1.0 juga berusaha memenuhi ketentuan syariah pada aqad-aqad-nya.
Â
Bagaimana dengan ES 2.0 ?, di ES 2.0 kita menggali esensi perdagangan dari sumbernya yang asli â" Al-Qurâan, Hadits dan sirah umat ini di masa kejayaannya. Al-Qur-an-nya memberi guidance tentang bagaimana menjadi pelaku perniagaan (businessman) yang unggul, yang meskipun dengan kemampuan terbatas tetapi Allah tetap memberi balasan yang lebih baik, Allah menambah pula karunianya dan juga rezeki tanpa batas sebagaimana ayat :
Â
â(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.â (QS 24:38)
Â
Bagaimana ini bisa dicapai oleh para pelaku niaga muslim ?, dengan mengikuti syaratnya yang diuraikan di ayat sebelumnya yaitu :
Â
âlaki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.â (QS 24 :37).
Â
Para pedagang yang tidak dilaikan dari mengingat Allah adalah para pedagang yang adil, yang tidak akan mengurangi timbangan, yang tidak mencurangi pembeli atau mitra dagangnya â" yang takut pada suatu hari yang mengguncangkan hati dan mata.
Â
Lalu hadits shahih yang diriwayatkan oleh hampir seluruh perawi bahwa inti dari perdagangan yang adil itu adalah barter antara benda riil dengan benda riil, antara benda yang memiliki nilai intrinsik dengan benda lain yang juga bernilai intrinsik - sebagaimana hadist berikut : â(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syaâir dengan syaâir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunaiâ. (HR. Muslim).
Â
Bagi yang sulit memahami hadits di atas, kalimat mulai dari âemas dengan emasâ â¦sampai âgaram dengan garamâ adalah inti pelarangan riba dari perdagangan barang sejenis, sedangkan kalimat mulai dari ââ¦jika jenisnya berbeda juallah sekehendakmu...â adalah untuk transaksi pertukaran dari satu jenis barang dengan jenis barang lainnya atau dalam bahasa kita kini  adalah ya barter !. Istilah apa lagi pertukaran antara gandum dengan kurma, kurma dengan garam dlsb selain istilah barter ?.
Â
Ketika kemudian ada yang memudahkan perdagangan barter itu dengan uang (fulus) â" transaksi pertukaran antara benda bernilai intrinsik dengan benda lain yang tidak bernilai intrinsik â" tetapi hanya mewakili suatu nilai, sebagian ulama beranggapan inipun tidak mengapa digunakan â" hanya tetap diperlukan timbangan atau hakim yang adil dalam penentuan nilai itu â" inilah yang kemudian diingatkan oleh Imam Ghazali sekitar 470 tahun pasca kenabian bahwa timbangan yang adil dalam penentuan harga-harga itu hanyalah emas (Dinar) dan perak (Dirham).
Â
Kemudian lagi ketika fulus sudah menggantikan hakim yang adil berupa emas dan perak, dan fulus dicetak berlebihan oleh penguasa yang tidak bertanggung jawab sehingga masyarakat yang dirugikan dengan naiknya harga barang-barang atau turunnya daya beli fulus yang dipegangnya (inflasi) â" ulama seperti Ibnu Taimiyah-pun mengingatkan penguasa negerinya saat itu agar mereka tidak mencetak fulus (uang selain emas dan perak) melebihi kebutuhan transaksi di dalam negerinya â" agar rakyat yang memegang fulus tersebut tidak dirugikan. Peringatan Ibnu Taimiyah ini diberikan sekitar 690 tahun pasca kenabian.
Â
Kini sekitar 1400 tahun pasca kenabian, perdagangan barter itu ditinggalkan umat ini, hakim yang adil sebagai penilai barang-barang (emas dan perak) tidak digunakan dan fulus-pun dicetak secara tidak terkendali oleh seluruh penguasa di muka bumi. Walhasil, tidak ada lagi perdagangan yang adil itu ! negeri yang kuat mengeksploitasi negeri yang lemah, kemudian di dalam masing-masing negeri â" pelaku pasar konglomerasi kapitalisme juga mengeksploitasi yang lemah untuk kepentingannya sendiri.
Â
Inilah antara lain tugas berat dan besar itu, tugas untuk mengembalikan perdagangan yang adil dengan barter, atau kalau tidak barter karena dianggap kurang praktis di jaman modern ini setidaknya harus ada timbangan penentu harga-harga yang adil yaitu emas atau perak, kalau inipun tidak â" maka harus ada yang mengingatkan penguasa negeri agar tidak mencetak fulus dari awang-awang secara berlebihan, kalau yang terakhir inipun tidak â" maka tidak ada cara lain lagi untuk menjaga perdagangan yang adil itu.
Â
Karena ini pekerjaan berat dan besar yang belum tentu bisa sempurna dan tuntas  di usia kita ini, maka bisa jadi nantinya harus disempurnakan oleh generasi-generasi berikutnya dengan ES 3.0 ; ES 4.0 dan seterusnya. Ini hanyalah langkah kecil yang harus dimulai untuk menempuh perjalanan yang sangat panjang dan berat ituâ¦InsyaAllah.
Â