Ayo Kuasai Perdagangan, Agar Kita Tidak Meninggalkan Anak-Anak Yang Lemah
3:15 AMOleh Muhaimin Iqbal
Selasa, 07 June 2011 08:10
Dalam sejarah panjang umat Islam yang umurnya lebih dari 14 abad, tidak banyak yang menyadari bahwa kita yang di belahan bumi Nusantara ini pernah menjadi titik yang ikut melemahkan kekuatan ekonomi umat Islam di muka bumi. Kapan itu terjadi ?, yaitu ketika negeri ini dijajah selama 350 tahun oleh Belanda, yang kemudian menguasai sumber daya dan mengeruk hasilnya dari bumi Nusantara ini. Dengan ketidak mampuan kita mempertahankan kedaulatan kita saat itu, bukan hanya penduduk negeri ini saja yang dikalahkan – tetapi sejatinya seluruh kekuatan umat ikut dilemahkan.
Pelemahan kekuatan ekonomi kekhalifahan yang antara lain di trigger oleh pendudukan penjajah Belanda atas bumi Nusantara ini dapat saya kutipkan dari bukunya Bernard Lewis yang berjudul “What Went Wrong?: The Clash Between Islam and Modernity in the Middle East” sbb :
“Dalam periode yang sangat panjang, kopi dan gula diimpor ke Eropa dari atau melalui Timur Tengah. Tetapi kemudian kekuatan kolonial (Eropa) menemukan jalan untuk menanam kopi dan gula (tebu) seluas-luasnya dengan cara yang murah di negeri—negeri jajahan mereka. Mereka melakukan ini dengan seluruh kekuatan sehingga mereka sukses, sampai mereka mampu mengekspor kopi dan gula ke wilayah Kekhalifahan Turki Ustmani. Di akhir abad 18 bila seorang Turki atau seorang Arab menikmati kebiasaan tradisionalnya – meneguk secangkir kopi manis – sangat besar kemungkinannya bahwa kopinya dari Jawa yang diduduki Belanda atau Amerika Latin yang diduduki Spanyol, sedangkan gulanya dari dari West Indies yang diduduki Inggris atau Perancis, hanya air panasnya saja yang lokal (Turki atau Arab)”.
Jadi ketika kita lemah sejatinya bukan hanya kita saja yang lemah, tetapi seluruh umat ini ikut lemah. Dalam contoh diatas, ketika kita bisa dijajah oleh Belanda dan mereka mengeruk hasil bumi (kopi) yang murah dari Nusantara ini – ternyata kopi tersebut bukan hanya mereka nikmati di negaranya sendiri – tetapi di ekspor ke negeri kekhalifahan dan melemahkan kekekuatan ekonomi negeri-negeri tujuan ekspor tersebut.
Maka di dalam Al-Qur’an-pun kita diingatkan untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” ( QS 3 : 9).
Gejala-gejala melemahnya generasi kita dan anak – anak kita di jaman ini sesungguhnya juga begitu gamblang. Dari munculnya orang-orang mati karena kelaparan, dari 80% penduduk negeri ini yang berpenghasilan kurang dari 20% nishab zakat, dari tinggi badan anak-anak Indonesia yang semakin pendek, dan berbagai indikator lain yang akan mudah kita pahami bila kita mampu dan mau merangkai informasi ‘connecting the dots’ dan mengambil pelajaran dari situasi yang tidak menyenangkan ini.
Data lain yang saya peroleh yang sangat menyedihkan adalah data FAO (Food and Agriculture Organization) yang keluar tahun lalu yang tersaji dalam grafik di bawah. Daerah yang berwarna gelap adalah daerah yang mengkonsumsi daging tinggi, semakin terang semakin sedikit konsumsi daging-nya. Anda bisa lihat warna untuk negeri kita ? sangat terang !. Bila rata-rata penduduk di dunia mengkonsumsi daging 46.6 kg per tahun, kita hanya mengkonsumsi 11.14 kg per tahun.
Dalam hal konsumsi daging ini, kita berada di nomor urut 156 dari 177 negara yang datanya ada di FAO. Jauh dibawah tetangga kita sendiri seperti Brunei yng di no urut 52 (65 kg), Malaysia no urut 75 (48.99 kg) dan bahkan Timor Leste yang berada di no urut 107 (31.37 kg). Apakah ini karena negara kita besar sekali jumlah penduduknya sehingga rata-ratanya menjadi rendah ?, tidak juga !, China yang jumlah penduduknya lebih dari 5 kali jumlah penduduk kita – mereka berada di nomor urut 68 dengan konsumsi daging 53.45 kg per kapita per tahun !.
Dari konsumsi daging yang begitu rendah inilah yang antara lain berakibat langsung pada penurunan tinggi badan dari anak-anak yang lahir di negeri ini. Yang perlu kita juga sangat khawatirkan adalah konsumsi protein yang sejalan dengan konsumsi daging tersebut diatas – yaitu dibawah rata-rata dunia seperti dalam grafik dibawah. Kita perlu kawatir karena kurangnya konsumsi protein bisa berakibat pada penurunan kecerdasan anak-anak negeri ini.
Mengapa kita perlu tahu informasi-informasi seperti ini ?, bukan untuk mengeluh atau menyalahkan siapapun di negeri ini. Dengan informasi yang kita rangkai ini, kita berharap bisa berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Tidak penting besar kecilnya upaya yang bisa kita lakukan, tetapi bila banyak-banyak penduduk negeri ini berniat dan mulai berbuat sesuatu untuk menolong diri kita, anak-anak kita dan umat secara keseluruhan – mudah-mudahan ini bisa mengundang pertolongan Allah yang tiada batas kekuasaanNya.
Apa konkritnya yang bisa kita lakukan ?. Anda bisa mulai dari apa yang Anda punya ilmunya, punya pengalaman atau ketrampilannya. Yang jelas di negeri tropis ini tidak terhitung jenis hewan yang dagingnya halal untuk dimakan – yang mudah dibudi-dayakan. Dari ayam, itik, kambing, domba, sampai kerbau dan sapi semuanya bisa hidup baik di negeri ini. Apakah susah untuk menumbuh kembangkan hewan-hewan ini agar dagingnya tersedia cukup dengan harga yang terjangkau untuk anak cucu kita ?. Insyaallah tidak sesulit merancang pesawat terbang atau pembangkit listrik tenaga nuklir – yang katanya-pun mampu dilakukan pemuda-pemudi terbaik negeri ini.
Ilmunya jelas ada karena begitu banyak lulusan peternakan dan kedokteran hewan dari S1, S2 dan S3 di Indonesia. Sumber daya alam-nya juga begitu mendukung, lantas mengapa sampai kita menjadi bangsa yang kurang mampu dalam hal konsumsi daging dan protein ini ?. Yang belum cukup mungkin adalah para pedagang dan pengusaha yang bukan hanya mengejar keuntungan sesaat, tetapi pedagang dan pengusaha yang menyadari kedudukan strategisnya dalam membangun kekuatan umat dalam jangka panjang.
Yang juga masih kita perlukan lagi adalah kepemimpinan yang bervisi, yang mampu merangkai informasi dan menentukan arah perjalanan bangsa secara confident, memprioritaskan kepentingan yang luas yaitu fokus pada memakmurkan umat atau rakyatnya.
Dan bagi kita kebanyakan rakyat biasa - bukan pemimpin negeri dan belum menjadi pedagang atau pengusaha , waktunya berhenti untuk mengeluh dan mencerca polah tingkah pemimpin dan wakil rakyat kita yang sibuk dengan urusan kelompoknya masing-masing, waktunya untuk berbuat apa yang kita bisa. Untuk memotivasi diri kita ini, ada buku bagus yang terbit sekitar 7 tahun lalu yang di tulis oleh Muhammad Ali Haji Hasyim dengan judul “Bisnis Satu Cabang Jihad” (Pustaka Al-Kautsar, 2003). Buku ini banyak memberi contoh amal-amal shalih yang bisa kita lakukan yang bernilai jihad, yaitu mulai ber-bisnis. Argumennya jelas dan sangat masuk akal, bahwa jihad dalam pengertian perang-pun selalu membutuhkan jiwa dan harta – dari mana harta ini di peroleh secara halal ?, ya dari perdagagangan atau bisnis yang halal.
Perlunya harta untuk memenangkan pertempuran dan mempertahankan kejayaan umat ini menjadi jelas kaitannya manakala kita melihat sejarah bangsa ini yang ditaklukkan penjajah awalnya melalui perdagangan, dan bagaimana hanya gara-gara perkebunan dan perdagangan kopi kita dikuasai penjajah – bukan hanya kita yang kalah, tetapi kita juga telah ikut melemahkan kekuatan ekonomi Kekhalifahan Turki Ustmani di awal tulisan ini – yang akhirnya juga berujung pada keruntuhannya.
Dengan usaha insyaAllah kita bisa menyiapkan generasi yang makan daging dan protein secara cukup, kemudian dengan pendidikan yang baik dari para ustadz dan para pendidik – insyaallah generasi anak-anak kita akan menjadi generasi unggulan, yang menjadi titik kekuatan umat di masa depan bukan menjadi titik lemah seperti yang terjadi sejak Belanda menjajah negeri ini sekian ratus tahun lalu. InsyaAllah !.
0 comments