DuaTahun Pemerintahan SBY Rugikan Negara Rp 16,4 T
10:39 PM
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretariat
Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA),
melansir potensi kerugian negara di 83 Kementerian/Lembaga (K/L) selama
dua tahun pemerintahan SBY-Boediono, mencapai Rp 16,4 triliun.
Direktur
Riset Seknas FITRA Maulana mengatakan, potensi kerugian negara
diperoleh dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009,
2010, dan 2011, terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun
Anggaran (TA) 2008, 2009, dan 2010.
"Potensi kerugian negara Rp 16,4 triliun, dengan 5.870 kasus di 83 K/L," ujar Maulana di Jakarta, Minggu (15/7/2012).
Maulana
menjelaskan, potensi kerugian negara bersumber dari hasil pemantauan
tindak lanjut pemeriksaan BPK dengan status 'belum ditindaklanjuti'
sebanyak 2.886 kasus, dengan nilai kerugian negara Rp 7,4 triliun; serta
status 'belum sesuai dan dalam proses tindak lanjut' sebanyak 2.984
kasus, dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 9 triliun.
"Data ini menunjukan bahwa banyak K/L mengabaikan hasil audit BPK," imbuh Maulana.
Dalam
analisis Seknas FITRA, Rp 16,4 triliun sama dengan dana bantuan
operasional sekolah (BOS) untuk 23 juta siswa SMP, dana BOS bagi 28 juta
siswa SD, dan dana Jamkesmas untuk 228 juta rakyat.
Atas temuan
ini, Seknas FITRA mengeluarkan tiga rekomendasi. Pertama, menuntut
Presiden SBY memperbaiki keuangan negara yang masih banyak penyimpangan
dalam pengelolaan oleh para pejabat publik.
"Jangan jalan-jalan
plesiran melulu ke luar negeri! SBY harus lebih fokus memperbaiki
banyaknya kebocoran uang negara," tegas Maulana.
Kedua, kebocoran
uang negara pada tahun anggaran 2008, 2009, dan 2010, memperlihatkan
tidak adanya political will (niat politik) Pemerintah SBY dalam
pemberantasan korupsi.
Pemberantasan korupsi, lanjut Maulana,
hanya jargon untuk pencitraan pemerintahan SBY. Ketiga, menutunt DPR
menggunakan hak pengawasan mereka terhadap realisasi anggaran di K/L
negara, agar kebocoran anggaran bisa diminimalisasi.
"Selama ini,
publik kecewa karena DPR menggunakan hak pengawasannya sebagai barter
DPR, untuk meminta jatah program atau anggaran kepada eksekutif.
Sehingga, fungsi pengawasan ditukar jadi materi atau anggaran yang
berakibat pada kebocoran anggaran yang tidak bisa dihindari," papar
Maulana. (*)
0 comments