Guru Besar UI: Rupiah Nol-nya Kebanyakan, Harus Diredenominasi
5:23 PM
Selasa, 13/12/2011 11:29 WIB
Depok -
Mantan Menteri Perekonomian dan Industri Dorodjatun Kuntjoro Jakti
mengatakan rencana redenominasi perlu direalisasikan. Karena Indonesia
salah satu negara yang memiliki mata uang dengan angka nol terbanyak
sehingga pantas dikurangi.
"Saya kira mungkin ini harus dibicarakan lebih jauh yah. Kan sekarang paling besar itu pecahan Rp 100.000. Nol-nya banyak harus redenominasi," kata Dorodjatun yang juga Guru Besar Universitas Indonesia (UI) dalam sebuah seminar Research Day di FEUI, Depok, Jawa Barat, Senin (13/12/2011).
Dorodjatun mencontohkan ketika menjadi duta besar di AS, Ia sempat ke Istanbul Turki yang memang memiliki mata uang cukup banyak nol-nya. Alhasil Dorodjatun mengaku kaget ketika harus membayar hotel yang jumlahnya bisa miliaran.
"Satu dolar AS itu bisa ratusan ribu di Turki dahulu. Nah bayar hotel bisa miliaran," katanya.
Akhirnya, Dorodjatun mengatakan Turki sendiri melakukan redenominasi dan berhasil. Indonesia, sambung Dorodjatun perlu dilihat kembali dan memang dilakukan.
"Saya kira penting, namun tunggu saja kajian bank sentral," tukasnya.
Redenominasi atau penyederhanaan rupiah tanpa mengurangi nilainya mulai dibahas di 2012. Saat ini Indonesia dalam proses redenominasi Rp 1.000 menjadi Rp 1 akan berkaca pada kisah sukses redenominasi dari Turki.
"Kita belajar dari Turki yang sukses melakukan redenominasi," ungkap Juru Bicara BI Difi Johansyah kepada detikFinance, pekan lalu.
Redenominasi dilakukan setelah Turki menjaga inflasinya di bawah 10%. Sementara tingkat inflasi di Indonesia terjaga di bawah 5%.
"Hal ini menjadi bekal ke depan. Adanya disiplin fiskal Indonesia dan rendahnya inflasi menjadi modal proses redenominasi bisa sukses," jelasnya.
Turki tercatat pernah sukses melakukan redenominasi dengan menghilangkan 6 angka nol pada mata uangnya. Jadi redenominasi yang dilakukan Turki adalah mengubah 1.000.000 lira menjadi 1 lira pada tahun 2005.
Namun redenominasi yang dilakukan Turki ini berbeda dengan yang akan dilakukan Indonesia. Seperti dikutip dari situs bank sentral Turki, Kamis beberapa waktu lalu, kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk menekan laju inflasi Turki yang sangat tinggi sejak tahun 1970-an. Inflasi yang tinggi ini menyebabkan nilai ekonomi di negara belahan Eropa tersebut mencapai hitungan triliun, bahkan kuadriliun.
Sebagai dampak dari inflasi tinggi ini juga, setiap 2 tahun sekali sejak 1981, bank sentral Turki selalu menerbitkan mata uang kertas pecahan baru yang lebih besar. Bahkan ada mata uang yang mencapai 20 juta lira, atau merupakan mata uang dengan nominal terbesar di dunia. Hal ini pula yang menyebabkan kredibilitas mata uang Turki menurun.
Pecahan nominal yang besar ini menyulitkan maslah dalam sistem pencatatan akuntansi dan statistik di negara tersebut. Hal inilah yang menjadi latar belakang redenominasi dilakukan.
"Saya kira mungkin ini harus dibicarakan lebih jauh yah. Kan sekarang paling besar itu pecahan Rp 100.000. Nol-nya banyak harus redenominasi," kata Dorodjatun yang juga Guru Besar Universitas Indonesia (UI) dalam sebuah seminar Research Day di FEUI, Depok, Jawa Barat, Senin (13/12/2011).
Dorodjatun mencontohkan ketika menjadi duta besar di AS, Ia sempat ke Istanbul Turki yang memang memiliki mata uang cukup banyak nol-nya. Alhasil Dorodjatun mengaku kaget ketika harus membayar hotel yang jumlahnya bisa miliaran.
"Satu dolar AS itu bisa ratusan ribu di Turki dahulu. Nah bayar hotel bisa miliaran," katanya.
Akhirnya, Dorodjatun mengatakan Turki sendiri melakukan redenominasi dan berhasil. Indonesia, sambung Dorodjatun perlu dilihat kembali dan memang dilakukan.
"Saya kira penting, namun tunggu saja kajian bank sentral," tukasnya.
Redenominasi atau penyederhanaan rupiah tanpa mengurangi nilainya mulai dibahas di 2012. Saat ini Indonesia dalam proses redenominasi Rp 1.000 menjadi Rp 1 akan berkaca pada kisah sukses redenominasi dari Turki.
"Kita belajar dari Turki yang sukses melakukan redenominasi," ungkap Juru Bicara BI Difi Johansyah kepada detikFinance, pekan lalu.
Redenominasi dilakukan setelah Turki menjaga inflasinya di bawah 10%. Sementara tingkat inflasi di Indonesia terjaga di bawah 5%.
"Hal ini menjadi bekal ke depan. Adanya disiplin fiskal Indonesia dan rendahnya inflasi menjadi modal proses redenominasi bisa sukses," jelasnya.
Turki tercatat pernah sukses melakukan redenominasi dengan menghilangkan 6 angka nol pada mata uangnya. Jadi redenominasi yang dilakukan Turki adalah mengubah 1.000.000 lira menjadi 1 lira pada tahun 2005.
Namun redenominasi yang dilakukan Turki ini berbeda dengan yang akan dilakukan Indonesia. Seperti dikutip dari situs bank sentral Turki, Kamis beberapa waktu lalu, kebijakan redenominasi ini dilakukan untuk menekan laju inflasi Turki yang sangat tinggi sejak tahun 1970-an. Inflasi yang tinggi ini menyebabkan nilai ekonomi di negara belahan Eropa tersebut mencapai hitungan triliun, bahkan kuadriliun.
Sebagai dampak dari inflasi tinggi ini juga, setiap 2 tahun sekali sejak 1981, bank sentral Turki selalu menerbitkan mata uang kertas pecahan baru yang lebih besar. Bahkan ada mata uang yang mencapai 20 juta lira, atau merupakan mata uang dengan nominal terbesar di dunia. Hal ini pula yang menyebabkan kredibilitas mata uang Turki menurun.
Pecahan nominal yang besar ini menyulitkan maslah dalam sistem pencatatan akuntansi dan statistik di negara tersebut. Hal inilah yang menjadi latar belakang redenominasi dilakukan.
Sumber : http://finance.detik.com/read/2011/12/13/112916/1789761/5/guru-besar-ui-rupiah-nol-nya-kebanyakan-harus-diredenominasi
0 comments