Sepuluh
tahun lalu (2003) para pemimpin negara-negara ASEAN menyepakati bahwa
10 negara dalam kawasan ini harus membentuk suatu kesatuan ekonomi yang
disebut ASEAN Economic Community (AEC), target
waktu yang ditetapkan saat itu adalah tahun 2020. Empat tahun kemudian
(2007), para pemimpin-pemimpin negeri tersebut sepakat untuk mempercepat
realisasi AEC ini menjadi tahun 2015. Dua tahun dari sekarang kita akan
berada dalam satu kesatuan pasar dan kesatuan basis produksi tunggal
ASEAN yang ukurannya sekitar 600 juta orang penduduk. Sayangnya
mayoritas kita tidak sadar ancaman atau peluang kah yang sudah ada di
depan mata itu !
Apakah
AEC akan menjadi pluang atau ancaman, tergantung seberapa kuat
persiapan kita dan seberapa tajam kita melihat peluang pasar tunggal
ASEAN tersebut. Tergantung pula dengan persiapan dan ketajaman
penglihatan tetangga -tetangga kita dalam melihat pasar yang sama. Bila
kita lebih siap dan lebih tajam dalam melihat peluang – maka pasar
tunggal ini akan menjadi peluang kita. Tetapi sebaliknya juga demikian,
bila mereka yang lebih dahulu siap dan lebih tajam melihat peluangnya –
maka ini peluang mereka dan kita yang menjadi korbannya.
Untuk
bisa mempersiapkan diri dan melihat peluangnya, kita harus tahu dahulu
apa itu AEC. Berikut adalah apa dan bagaimana AEC itu – yang seharusnya
banyak-banyak dijelaskan pemerintah negeri ini kepada rakyatnya agar
kita melakukan persiapan sejak 10 tahun lalu (2003) ketika gagasan AEC
mulai disetujui pemerintah kita waktu itu.
AEC
adalah untuk membentuk pasar dan basis produksi tunggal di seluruh
negara-negara ASEAN. Ini akan meliputi lima elemen utama yaitu :
1. Free flow of goods - bebas aliran barang
2. Free flow of services – bebas aliran jasa
3. Free flow of investment – bebas aliran investasi
4. Freer flow of capital – aliran modal yang lebih longgar
5. Free flow of skilled labor - bebas aliran tenaga trampil
Kesatuan pasar dan basis produksi tersebut awalnya akan berlaku untuk 12 sektor yang diprioritaskan, yaitu :
1. Agro-based products
2. Air transport/travel
3. Automotive
4. E-ASEAN (E-Commerce)
5. Electronics
6. Fisheries
7. Healthcare
8. Rubber-based products
9. Textile and apparel
10. Tourism
11. Wood-based products and logistics
12. Food, agriculture and forestry
Ketika
pasar tunggal ASEAN ini berlaku dua tahun lagi dari sekarang, dengan
segudang kebebasan dari sektor-sektor yang ditarget awal tersebut – kita
akan menjadi sasaran empuk untuk menjadi pasar bagi produk barang
maupun jasa dan juga tenaga trampil dari negeri-negeri jiran.
40
% dari sekitar 600 juta penduduk di pasar tunggal ASEAN itu adalah
penduduk Indonesia. Bayangkan perusahaan-perusahaan canggih di Singapore
dan Malaysia yang merupakan tetangga terdekat kita - yang selama ini
pasarnya terbatas tetapi mereka sangat siap untuk ekspansi ke pasar yang
lebih besar – tiba-tiba pasar itu akan terbuka lebar untuk mereka.
Bayangkan
kalau seandainya Anda kini adalah eksekutif pemasaran dari perusahaan
makanan di Singapore yang penduduknya hanya sekitar 5 juta, atau bahkan
di Malaysia yang penduduknya hanya sekitar 30 juta – kemudian Anda tahu
bahwa dua tahun dari sekarang (kenyataannya mereka sudah tahu sejak 10
tahun lalu – mereka total punya persiapan waktu 12 tahun !) akan ada
tambahan pasar sebesar 245 juta jiwa dari Indonesia saja, apa yang akan
Anda lakukan ?. Pasti Anda sudah ancang-ancang di garis start sejak lama, tinggal menunggu peluit ditiup dan Anda akan berlari kencang menyerbu pasar Anda – yaitu negeri ini !
Bagi
para pemain pasar di Singapore yang semula melayani domestik pasarnya
seukuran 5 juta penduduk, pasar tunggal ASEAN dengan 600 juta penduduk
adalah suatu pasar yang ukurannya 120 kali lebih besar dari pasar mereka
semula. Maka tidak mengherankan peluang AEC ini menjadi peluang yang
digarap secara luar biasa oleh para pemain mereka.
Demikian
pula dengan para pemain di Malaysia, semula pemain domestiknya hanya
memiliki pasar yang ukurannya 30 juta penduduk. Pasar tunggal ASEAN akan
memberi mereka pasar yang ukurannya 20 kali lebih besar – maka juga
tidak mengherankan mereka membuat persiapan yang sangat serius sejak
sepuluh tahun lalu.
Lha
bagi kita, kita sudah terbiasa dengan pasar yang ukurannya 245 juta
penduduk. Pasar tunggal ASEAN ‘hanya’ memperbesar pasar kita menjadi 2.5
kalinya yaitu menjadi 600 juta penduduk. Barangkali karena size ini
yang membuat kita terlena untuk melakukan persiapan yang seharusnya.
Bila
saja kita tidak tertarik dengan perluasan pasar ini – itu sebenarnya
juga tidak terlalu masalah. Namun yang akan menjadi masalah, pasar
tunggal ini adalah seperti kompetisi internasional – bila kita tidak
bisa menang, maka kita akan kalah. Kalau kita kalah, maka apa yang akan
terjadi ?
Sebagai
manajer professional, sebagai buruh ataupun sebagai pengusaha – Anda
bisa kehilangan pekerjaan atau usaha Anda gara-gara berlakunya AEC ini
!, begitu seriuskah ? Memang bisa jadi serius !
Dengan
berlakunya AEC 2015, tenaga trampil dari negeri-negeri jiran di ASEAN
bebas bekerja di negeri ini. Bila Anda para professional – bila Anda
tidak siap, maka saat itulah Anda bisa kehilangan pekerjaan Anda.
Para
buruh bisa kehilangan pekerjaan melalui skenario yang lain lagi, yaitu
karena adanya kesepatakan basis produksi tunggal. Dengan kesepakatan ini
barang yang diproduksi di Thailand, Vietnam dlsb. akan dengan mudah
masuk ke pasar kita semudah barang yang diproduksi di Bekasi atau
Tangerang.
Bila
sedikit saja ada masalah perburuhan di tempat Anda bekerja yang ada di
wilayah Jabodetabek ini misalnya, para pabrikan akan dengan mudah
memindahkan pabriknya ke Thailand, Vietnam dlsb. toh mereka tetap akan
mudah memasukkan barangnya ke Indonesia - semudah ketika pabrik mereka
masih di Indonesia. Saat itulah Anda para buruh akan kehilangan
pekerjaan Anda.
Mirip dengan pola yang sama, para pengusaha bisa dengan mudah kehilangan usahanya – manakala dia kalah efisien dalam business model-nya dengan para pemain dari negeri-negeri Jiran.
Itulah
kurang lebih gambaran yang akan terjadi di negeri ini 2015, serbuan
pemain-pemain canggih yang lebih siap dari negeri-negeri jiran yang
telah melakukan persiapan maksimal bisa jadi akan menyerbu pasar ini,
Siapkah kita ?
Barangkali
Anda bertanya : Untuk masalah seserius ini kok kita tidak medengar
berita, pengarahan, strategi dlsb. dari pemerintah atau
instansi-instansi terkait di negeri ini ? Jawabannya adalah kita harus
bisa me-‘maklumi’-nya !
Ketika
AEC pertama kali disepakati para pemimpin ASEAN tahun 2003, saat itu
para pemimpin kita sedang siap-siap untuk pemilu 2004. Setahun kemudian
Pemilu 2004 menghadirkan pemerintahan baru, lengkap dengan seluruh
menterinya yang juga baru. Walhasil AEC belum sempat disosialisasikan
oleh pemerintahan yang semula ikut menyepakati AEC ini di tingkat ASEAN.
Ketika
tahun 2007 pemimpin-pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat AEC
menjadi 2015 – kabinet yang ada saat itu juga belum sempat memberi
arahan ke masyarakat dan mensosialisasikan AEC ini sudah keburu Pemilu
2009. Pemilu 2009 juga menghasilkan kabinet baru, yang belum sempat
mensosialisasikan ke masyarakat tentang AEC ini – dan kita sudah keburu
lagi menghadapi pemilu 2014 tahun depan.
Pas due-nya
AEC berlaku 2015 nanti, pemerintahan kita sampai presidennya akan baru
lagi – dan kira kira belum berumur satu tahun saat itu. Kita lagi-lagi
harus ‘maklum’ bahwa tentu mereka belum sempat memikirkan strategy
menghadapi AEC ini.
Memang
kita tidak harus pesimis, ibarat mau berkompetisi secara internasional –
pemerintah kita mungkin tidak sempat mempersiapkan ‘pelatnas’-nya untuk
kita. Tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan
persiapan-persiapan yang kita butuhkan.
Di
pasar yang ukurannya 2.5 kali dari pasar kita sekarang – kita juga bisa
menjadikannya sebagai peluang untuk tumbuh lebih cepat. Untuk ini yang
dibutuhkan adalah persiapan yang lebih matang – sematang atau bahkan
lebih matang dari para pemain di negeri-negeri jiran tersebut. Hanya
saja karena persiapan kita ‘agak’ telat, maka kita perlu kerja ekstra
keras untuk mengejar ketinggalan yang ada.
Selain
itu kita juga harus pinter-pinter mengidentifikasi kekuatan-kekuatan
yang kita miliki yang tidak dimiliki atau kurang dimiliki pesaing kita
di 9 negara ASEAN lainnya.
Di sektor-sektor agro-based products, rubber-based products, fisheries, wood-based products, food, agricultural and forestry mestinya kita bisa unggul karena mayoritas resources-nya ada di kita.
‘Alhamdulillahi ‘ala kulli haal’,
InsyaAllah pasar dan basis produksi tunggal ASEAN (AEC) bukan hanya
ancaman bagi kita – tetapi tetap bisa menjadi peluang yang tidak kalah
menariknya. Untuk ini kita perlu kerja keras, kerja cerdas dan tentu
selalu memohon petunjuk dan pertolonganNya !.
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Sunday, 28 April 2013 17:21
- Oleh : Muhaimin Iqbal