4:00 PM
Low Cost Economy Bukan Mimpiâ¦
- Details
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Friday, 11 January 2013 06:03
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Kombinasi antara ekonomi konsumsi, kelemahan infrastruktur, faktor perijinan dlsb. untuk negeri di ranking 129 dari sisi kemudahan usaha â" telah membuat ekonomi kita cenderung menjadi high cost economy â" ekonomi berbiaya tinggi. Namun dengan kondisi yang semuanya masih sama, kita sebenarnya bisa membaliknya menjadi low cost economy. Bagaimana caranya ?
Â
Hampir seluruh apa yang kita butuhkan saat ini harus kita beli, mulai dari sandang, pangan, papan sampai industri jasanya. Kita tahu bahwa setiap kita membeli sesuatu dengan uang hasil jerih payah kita, produsen barang atau jasa yang kita beli tersebut pasti sudah memasukkan seluruh ongkos produksi plus profit margin-nya.
Â
Bila ongkos produksinya mahal, misalnya karena kemacetan dimana-mana yang tak kunjung teratasi, kapal-kapal yang harus antri di pelabuhan,faktor perijinan yang serba sulit karena negeri ini berada di ranking 129 dari sisi kemudahan usaha, belum faktor korupsi, pungli dlsb. maka sudah pasti apapun yang kita beli menjadi mahal.
Â
Bagi kita rakyat kebanyakan yang mayoritas kini konsumen, tidak banyak yang bisa kita perbuat untuk ikut ndandani infrastruktur, mempermudah perijinan dan  menurunkan biaya-biaya lainnya. Walhasil kita akan cenderung terus menjadi korban high cost economy â" bila kita tidak berbuat sesuatu yang meaningful, tetapi masih dalam jangkauan kita untuk melakukannya.
Â
Lantas apa yang bisa kita perbuat ?, salah satunya adalah meng-introdusir barter di tengah masyarakat. Tetapi bagaimana barter bisa membalik high cost economy menjadi low cost economy ?. Berikut adalah ilustrasinya tahap demi tahap.
Â
Saya ada perusahaan IT yang berkongsi dengan sejumlah tenaga muda brilliant dari universitas terbaik di negeri ini. Spesialisasi perusahaan ini adalah pada Social Media dan Mobile Solution. Yang unique dari perusahaan ini selain pada kemampuan teknis adalah jalur pemasaran yang tidak biasa, yaitu antara lain melalui jalur barter.
Â
Solusi apapun yang kami kembangkan untuk klien kami, kami bersedia dibayar hanya separuhnya. Yang separuh lagi boleh dibayar dengan barter â" apapun produk dari klien kami tersebut. Bila dia bisnisnya hotel, bisa membayar dengan voucher kamar. Bila dia bisnisnya restoran, bisa membayarnya dengan voucher makanan. Dan bahkan bila dia rumah potong hewan â" bisa membayarnya dengan daging !.
Â
Di dunia IT, ongkos produksi yang wajar di kisaran 40% - jadi profit margin bisa sampai 60 % masih wajar. Maka bila kita berikan solusi IT kepada rumah potong hewan dan dia hanya perlu membayar tunai 50% dari harga yang wajar di pasaran, insyaallah solusi ini pasti menarik. Sisanya dia bisa membayarnya dengan daging yang bisa kami ambil kapan saja kami butuhkan.
Â
Karena cost kami hanya 40%, maka bayaran tunai yang 50% tersebut lebih dari cukup untuk menutup cost. Lantas diapakan daging yang kami punya ?.
Â
Karena daging yang kami punya sebenarnya merupakan bagian dari profit margin usaha IT kami â" maka bisa kami jual bila perlu dengan discount yang gede-gedean ke komunitas barter kami. Misalnya saja kami jual dengan discount 50% - Wow !, di mana bisa dapat daging bagus dengan discount 50 % ? Tidak terbayang bukan ?
Â
Anggap saja seluruh jatah daging kami sebagai imbal beli solusi IT ke rumah potong hewan tersebut kami jual dengan discount 50%. Maka kami memperoleh dana tambahan 50% (harga jual kami) x 50% (sisa solusi IT yang dibayar dengan daging) atau 25 % dari harga jual IT kami.
Â
Total penerimaan kami adalah 50%+25 % = 75 %. Atau sama dengan kami memberikan discount 25% atas produk kami. Tetapi penerima discountnya adalah bukan rumah potong hewan yang membeli produk kami, penerima discountnya adalah komunitas di barter kami.
Â
Rumah potong hewan mendapatkan solusi ITnya sambil menjual produknya sendiri â" karena 50% dari solusi IT dibayar dengan daging. Perusahaan IT kami menjadi memiliki keunggulan daya saing sendiri karena bersedia dibayar dengan daging !. Daging yang kami peroleh mudah menjualnya ke komunitas barter karena dijual dengan discount 50%-pun kami masih untung. Anggota komunitas barter yang mengambil daging dengan harga discount 50% , masih bisa dengan mudah menjualnya dengan profit margin 50% dari modal mereka ke konsumen akhir.
Â
Dan bahkan konsumen akhir-pun yang membeli daging untuk keperluan sendiri masih mendapatkan harga discount 25% dari harga pasaran. Kok bisa ?. Anggota barter yang membeli daging dari kami membeli dengan harga 50% dari harga pasar. Kemudian ditambahkan oleh dia 50% keuntungam dari modal pembelian dia membuat harga jual dia 50% + 50%x50% = 75 %. Harga 75 % dari harga pasar inilah yang dibayar oleh konsumen akhir dari daging kami tersebut.
Â
Kok bisa ?, padahal rumah potong hewan sendiri tidak mungkin bisa memberikan discount sampai 25 % ?. Betul rumah potong hewan tidak perlu  memberikan potongan berapapun, tetapi perusahaan IT kamilah yang memberikannya â" yaitu dari perolehan daging tersebut yang asalnya dari barter dengan profit margin dari usaha IT kami. Karena barter ini dari profit margin, daging yang kami peroleh dijual berapapun masih tetap untung â" harga discount yang kami berikan hanya menurunkan profit margin.
Â
Dengan kata lain, daging di pasar menjadi murah karena ada pihak dalam system barter yang mensubsidinya dengan profit margin mereka. Apakah hal yang sama bisa dilakukan oleh perusahaan lainnya ?. Tentu bisa, dan bahkan discount yang bisa diberikannya-pun tidak tergantung pada profit margin industrinya.
Â
Ambil contoh rumah potong hewan yang sama membutuhkan seragam untuk seluruh karyawannya. Maka salah satu anggota barter kami yang bisnisnya konveksi memberikan penawaran 75% dibayar tunai, yang 25% dibarter dengan daging.
Â
Maka pembayaran yang 75% untuk konveksi ini sudah cukup untuk mengcover cost produksinya yang rata-rata 70% dan masih menyisakan 5% profit margin. 25% penerimaannya yang berupa daging adalah bagian dari profit margin-nya yang tidak diterimanya dengan tunai.
Â
Bila daging yang dimilikinya ini dijual dengan 50% harga, maka dia masih mendapatkan tambahan pendapatan 50% x 25% atau 12.5%. Total profit margin dia masih 5% plus 12.5 % atau 17.5% dari modal yang 70%, atau gross margin dia masih 17.5%/70 % = 25% dari modal !.
Â
Pedagang barter yang mengambil daging dari perusahaan konveksi masih membelinya dengan 50% harga pasar dan konsumen akhir masih juga dapat membelinya dengan 75% dari harga pasar.
Â
Bisa Anda lihat sekarang, bahwa meskipun perusahaan IT memiliki tingkat profit margin yang berbeda dengan perusahaan konveksi, keduanya mampu mensubsidi 50% harga daging karena keduanya memperoleh daging tersebut sama-sama dari bagian profit margin penjualan jasa IT atau pakaian seragamnya ke rumah potong hewan.
Â
Perbedaan margin keuntungan antara keduanyaâ" perusahaan IT dan perusahaan konveksi â" tidak berdampak pada berapa discount daging yang bisa dia berikan ke masyarakat, tetapi pada porsi berapa banyak setiap penjualan mereka mampu men-generate low cost product bagi masyarakat barter.
Â
Perusahaan IT yang ongkos produksi rata-ratanya hanya 40%, bila dia men-generate low cost product 50% dari setiap salesnya-pun dia masih dapat untung cash 10%. Perusahaan konveksi yang ongkos produksinya sampai 70%, dia hanya mampu men-generate 25% low cost product dari setiap salesnya â" bila dia mengamankan 5% profit margin-nya dalam bentuk cash.
Â
Pertanyaannya adalah, bagaimana perusahaan IT dan perusahaan konveksi bisa menjual daging yang diterimanya dari klien mereka rumah potong hewan ?. Itulah indahnya system barter. Setiap anggota selain memasarkan produknya sendiri, otomatis dia akan menjadi pemasar bagi produk orang lain. Karena produknya tidak dijual dengan uang, setiap penjualan memerlukan pasangannya â" yang berarti penjualan produk orang lain.
Â
Anggota barter yang usahanya rumah makan padang atau pedagang di pasar, insyaAllah tidak kesulitan untuk meng-absorb daging yang dijual separuh harga oleh perusahaan IT dan perusahaan konveksi tersebut.
Â
Benefit lain dari barter adalah produsen dan konsumen umumnya berada di komunitas yang sama, sehingga kebutuhan untuk transportasi, biaya ekspor-impor dlsb. menjadi terminimalisasi. Karena ongkos-ongkos ini turun, maka profit margin dari masing-masing usaha peserta barter akan meningkat. Ketika profit margin-nya meningkat â" lebih banyak lagi para produsen barang dan jasa di system barter tersebut âmensubsidiâ ke low cost economy bagi masyarakatnya dengan menggunakan (sebagian) profit margin-nya.
Â
Dari akumulasi low cost product yang di-generate oleh masing-masing produsen barang atau jasa di system barter tersebut-lah low cost economy itu akan terbangun.
Â
Masyarakat barter intinya mendorong masyarakt untuk berproduksi â" inilah motor penggerak low cost economy itu. Tetapi bukan hanya produsen bahkan kosumen barter-pun tetap diuntungkan, karena dia mendapatkan subsidi dari profit margin para produsen seperti dalam contoh perhitungan di atas.
Â
Lantas siapa yang dirugikan ?, Tidak ada yang dirugikan â" karena low cost economy utamanya bukan dihasilkan dari menekan ongkos di sana sini, tetapi melalui value creation yang dilakukan oleh para produsen. Sebagian dari hasil value creation berupa profit margin inilah yang oleh para produsen dipakai untuk mensubsidi barang-barang yang ditawarkan dalam system barter. Hanya saja masyarakat yang berada di luar system barter tentu tidak mendapatkan benefit dari low cost economy ini.
Â
Barangkali ini salah satu rahasia, mengapa sejak 1400 tahun lalu kita sudah disuruh untuk bersyirkah dalam hal pengelolaan lahan (produksi pangan) , air dan api (energi) oleh junjungan kita Rasulullah Shallallahu âAlaihi Wasallam itu. Karena masyarakat yang bersyirkah seperti dalam system barter tersebut adalah masyarakat yang saling memenuhi kebutuhannya, saling memudahkan dan menurunkan beban kesulitan hidupnya masing-masing.
Â
Mudahkah ?, kalau mudah mengapa tidak terjadi di masyarakat selama ini ?. Jawabannya adalah tentu tidak mudah, karena kita sudah terbiasa oleh ekonomi berbiaya tinggi â" high cost economy, membayar penuh semua kebutuhan hidup kita dari produk-produk berupa barang dan jasa yang disediakan oleh orang lain â" yang tidak ada imbal belinya dengan kita sama sekali.
Â
Untuk menjadikannya mudah, harus ada upaya untuk ber-exercise â" melatihnya agar terbiasa dan berlatih pula mengatasi segala macam persoalan dan hambatannya. Untuk inilah insyaAllah tanggal 02-02-2013, kami akan share segala seluk beluk ilmu per-barter-an ini secara langsung di Rumah Hikmah, sambil ber-exercise bersama dalam workshop untuk menghadirkan  low cost economy environment di tengah umat jaman ini.
Â
Seperti juga sosialisasi dan exercise Dinar yang sudah berjalan tahun ke lima ini, sosialisasi teori dan praktek barter-pun insyaAllah akan dilakukan secara terus menerus melalui berbagai cara termasuk menyiapkan web khusus di www.indobarter.com , sampai umat ini bisa unggul kembali dalam bidang ekonomi, bisa mandiri dan berswasembada dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.InsyaAllah !.
Â
0 comments