10:00 PM

Perdagangan Kreatif…

Kita sudah sering mendengar istilah Industri Kreatif  - karena bahkan di negeri ini diurusi oleh seorang menteri. Sebenarnya kita juga sangat butuh kreatifitas di bidang lainnya khususnya perdagangan, maka dalam konteks inilah saya memperkenalkan istilah Perdagangan Kreatif. Yang diperdagangkan bisa jadi hal-hal yang biasa saja, seperti kebutuhan sehari-hari, sembako dlsb, tetapi dilakukan dengan cara yang kreatif.

 

Bila kreatif itu didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan ide-ide orisinal yang baru yang belum pernah ada atau terpikirkan oleh orang lain sebelumnya, maka inilah yang kita butuhkan untuk menyelesaikan berbagai persoalan kita â€" seperti dalam perdagangan yang saat ini umat yang mayoritas masih terperdaya oleh yang minoritas.

 

Selama ini manusia modern beranggapan bahwa perdagangan yang paling efisien adalah perdagangan dengan menggunakan uang â€" khususnya uang kertas. Padahal perdagangan dengan uang kertas memang mudah, tetapi bukan berarti efisien.

 

Dengan uang mayoritas masyarakat membeli barang-barang kebutuhannya dengan harga penuh dari para produsen atau jaringannya. Uang yang diperolehnya dari sekali proses kerja keras, tersedot dengan mudah oleh para produsen.

 

Semakin besar si produsen bisa meng-create value dari proses produksi dan jaringan  perdagangannya, semakin mudah pula produsen tersebut menyedot uang masyarakat sebanyak-banyaknya. Dari sinilah muncul insentif bagi para pemodal besar untuk terus memperbesar jaringan produksinya, sekaligus juga menguasai jaringan perdagangannya.

 

Anda bisa lihat dampaknya pada sektor retail yang ada di sekitar Anda. Kunjungi outlet-outlet dari dua nama besar di jaringan retail negeri ini yang sudah masuk sampai ke pelosok-pelosok negeri. Perhatikan produk-produknya, maka Anda akan tahu betapa besar mereka menguasai sektor produksi dan jaringan perdagangannya itu.

 

Lantas bagaimana kita memperbaikinya, agar proses  value creation terjadi di masyarakat luas sehingga kemakmuran juga lebih merata ? Disitulah diperlukannya Perdagangan Kreatif itu.

 

Untungnya proses kreatif itu tidak harus melibatkan modal yang besar, bahkan bisa dilakukan oleh masyarakat yang tanpa modal sekalipun. Dengan proses kreatif ini masyarakat berada pada garis start yang sama dengan para konglomerat, sehingga masyarakat memiliki peluang yang sama dengan mereka.

 

Kita bisa lihat contohnya dengan yang sudah terjadi di Industri Kreatif seperti software, game, permainan, karya seni, kerajinan dlsb. banyak pemain baru, muda dan sukses di Industri Kreatif ini.  Maka insyaallah peluang yang sama dengan Industri Kreatif ini akan muncul di dunia Perdagangan Kreatif.

 

Untuk mudahnya dipahami bagimana Perdagangan Kreatif ini beroperasi, saya berikan contoh kasus berikut :

 

Dua jenis kebutuhan barang dan jasa yang sangat umum sampai di pelosok-pelosok Nusantara saat ini adalah beras dan pulsa. Untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, seorang Walikota hendak memakmurkan rakyatnya dengan mensubsidi harga beras â€" tetapi APBD dia cekak, sehingga tidak mungkin melakukannya dengan APBD. Sambil menurunkan harga beras, pak Walikota juga ingin ekonomi di daerahnya dapat berputar lebih cepat, sehingga menjadi mesin kemakmuran berikutnya.

 

Maka dia hendak melakukannya dengan cara kreatif, yaitu me-leverage ruang-ruang publik strategis untuk tempat iklan dari operator telepon  seluler yang iklan-iklannya memang sudah sampai ke pelosok.

 

Bagaimana cara ini bisa menurunkan harga beras dan memutar ekonomi setempat ?. Hal demikian tidak bisa dilakukan melalui perdagangan konvensional yang menggunakan uang sebagai medium of exchange-nya. Yang bisa adalah bila dia menggunakan Barter Modern atau yang saya sebut Perdagangan Kreatif ini.

 

Dalam Barter Modern atau Perdagangan Kreatif, medium of exchange tidak harus berupa uang !. Medium of exchange bisa menggunakan barang atau jasa, nilai tambah atau kombinasi-kombinasinya termasuk kombinasinya dengan uang.

 

Untuk solusi dalam contoh kasus tersebut diatas, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

 

1)     Pak Walikota mem-barter tempat-tempat strategis di kotanya untuk ber-iklan operator telekomunikasi seluler yang mau terlibat dalam program ini.

2)     Sebagai insentif pada para operator, mereka hanya perlu membayar tunai seluruh biaya iklannya sebesar 50% sedangkan yang 50% sisanya dibayar dengan pulsa.

3)     Pembayaran 50% tunai tersebut adalah cukup untuk menjadi pendapatan daerah, pembayaran pulsa yang 50% dapat dijual murah kepada masyarakat sebagai subsidi. Berapapun dijual pulsa ini ke masyarakat tidak masalah karena toh wajar saja Kotamadya memberi subsidi pada masyarakatnya. Misalnya pulsa Rp 100,000,- dijual Rp 50,000,- maka masyarakat sudah akan berebut membelinya â€" dan pemda tidak susah-susah untuk jualan pulsa.

4)     Pada saat yang bersamaan diundang pedagang beras yang se-visi di kota itu. Pedagang ini diminta menjual beras pada harga yang normal saja, misalnya Rp 7,500,- per kg. Tetapi dia diminta mau menerima pembayarannya dengan pulsa !.

5)     Maka apa yang terjadi ?, dengan pulsa Rp 100,000,- masyarakat bisa membeli beras sebanyak 13.33 kg @ Rp 7,500/kg. Padahal pulsa Rp 100,000,- yang mereka gunakan untuk membayar beras tersebut  biaya perolehannya hanya Rp 50,000,-. Dengan kata lain masyarakat bisa membeli beras separuh harga, tanpa ada pihak yang dirugikan.

6)     Tetapi apa si pedagng beras mau dibayar dengan pulsa ?, mengapa tidak ?, Ongkos pengadaan beras yang dijual dengan harga Rp 7,500,- tersebut tidak lebih dari Rp 6,000,-. Ketika dia jual Rp 7,500,- profit marginnya adalah 25%. Bila sebagian profit margin ini dia turunkan misalnya tinggal 20% saja, maka dia menjual beras (yang sudah berganti menjadi pulsa) dengan harga Rp 7,200 (harga jual pulsa)/Rp 7,500 (nilai tukar beras menjadi pulsa) x Harga pulsa normal. Untuk pulsa Rp 100,000,- dia bisa menjualnya pada harga Rp 96,000,- masih sangat menarik untuk konsumen akhir pulsa.

 

Dengan pendekatan yang sama, masyarakat bisa memperoleh barang-barang dan jasa apa saja yang lebih murah di system low cost economy melalui Barter Modern atau Perdagangan Kreatif ini.

 

Yang menjadi inisitor-pun tidak harus pemerintah (daerah) karena mereka kebanyakan sibuk dengan urusannya sendiri, belum tentu juga mereka sempat memikirkan urusan rakyat.

 

Maka peran inisitor Perdagangan Kreatif ini bisa dilakukan oleh siapa saja baik perorangan maupun perusahaan, LSM, Ormas dlsb. Tidak perlu modal besar untuk menjadi kreatif, maka mengapa tidak kita mulai mengasah kreatifitas kita dalam perdagangan ini ?.

 

Vision Sharing dan Workshop di Rumah Hikmah hari Sabtu tanggal 02/02/2013 di Citragrand D 3 no 28-29 Cibubur adalah untuk berbagi visi dan mengasah ketrampilan kreatif dalam perdagangan ini, Insyaallah.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Subscribe