Urban Farming

9:46 PM

Selama Perang Dunia I, hampir seluruh negara Eropa terkuras tenaganya untuk perang sehingga produksi pangan terabaikan. Untuk mengatasi supply pangan impor yang berkurang drastis, Presiden Amerika waktu itu Woodrow Wilson memerintahkan agar seluruh tanah terbuka di negeri itu ditanami dengan tanaman pangan termasuk yang di kota-kota. Hal yang sama diulangi negeri itu pada masa Perang Dunia II dengan apa yang mereka sebut National Victory Garden Program, yang secara systematis menjadikan tanah-tanah kosong di perkotaan menjadi tanah pertanian.

 

Langkah Amerika ini bukan yang pertama dilakukan di dunia, di awal abad 19 Jerman sudah menerapkan urban farming dengan apa yang mereka sebut allotment gardens untuk mengatasi kemiskinan dan kekurangan pangan di kota-kota. Bahkan konon ribuan tahun sebelumnya peradaban Babylonia telah mengenal taman gantung yang sangat canggih di pusat kotanya.

 

Walhasil bertani di pusat perkotaan bukanlah barang baru, FAO-pun sudah memiliki definisinya sebagai : Suatu industri yang memproduksi, memproses dan memasarkan pangan dan bahan bakar, utamanya untuk memenuhi permintaan konsumen di kota kecil maupun kota besar (metropolis), di tanah-tanah yang menyebar di kota yang bersangkutan ataupun sekitarnya, dengan menerapkan metoda yang intensif, menggunakan sumber daya yang ada di kota langsung maupun daur ulang untuk menghasilkan berbagai tanaman pangan dan peternakan.

 

Taman gantung-nya Babylonia, Allotment Gardens-nya Jerman dan Victory Garden-nya Amerika, hanyalah bukti bahwa bertani di pusat-pusat kota itu memungkinkan dan sudah pernah dilakukan dengan berhasil di sepanjang sejarah peradaban manusia.

 

Lantas apa relevannya kita angkat masalah ini sekarang ? Menurut Bappenas tahun 2010 lalu sudah sekitar 50 % penduduk Indonesia tinggal di perkotaan. Tahun 2025 (12 tahun dari sekarang !) penduduk yang tinggal di perkotaan akan mencapai 2/3 dari total penduduk negeri ini. Bahkan pada peringatan seabad Indonesia tahun 2045 nanti, diperkirakan 85 % penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan.

 

Pertanyaannya yang mendasar adalah lantas dari mana sumber kebutuhan pokok mereka saat itu utamanya pangan ? Impor seperti sekarang ? Negara-negara produsen pangan yang sekarang meng-ekspor ke kita-pun saat itu belum tentu bisa mencukupi kebutuhan pangan bagi penduduknya sendiri.

 

Mendatangkan pangan dari desa-desa ? Wong sekaran-pun desa-desa kita tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan penduduk kota sehingga harus impor apalagi saat itu ketika jumlah penduduk kota secara proporsional terus meningkat ketimbang yang tinggal di desa.

 

Maka saat inilah waktunya kita yang hidup di jaman ini untuk mulai menyiapkan atsar jejak atau peninggalan yang baik dari peradaban kita untuk anak cucu yang akan datang. Meskipun saat ini masalah kebutuhan pokok jaman ini diurus dengan amburadul kita tentu ingin anak-cucu kita kelak hidup dengan lebih baik. InsyaAllah mereka akan bener-bener bisa hidup lebih baik bila mulai sekarang kita rintis jalannya ke arah sana.

 

Salah satu jalan untuk merintis kehidupan yang lebih baik untuk masyarakat perkotaan yang kemungkinan besar anak cucu kita akan berada di sana saat itu adalah dengan merintis apa yang disebut urban farming atau bahasa kitanya saya perkenalkan dengan istilah  Tani Kota.

 

Tani Kota intinya adalah menggunakan seluruh sumber daya yang ada di kota tanah, air dan sinar matahari untuk secara maksimal memenuhi kebutuhan dasar penduduknya , pangan (termasuk obat), air bersih dan energi.

 

Lantas apa yang secara konkrit bisa dilakukan ? rakyat seperti kita-kita dapat mulai mengintensifkan halaman atau teras-teras kita dengan tanaman-tanaman yang memberikan hasil berupa makanan. Kalau mau mengikuti konsep kebun Al-Quran yang bukunya sudah saya sebar  luaskan secara gratis, tanaman itu terdiri dari Kurma, Anggur, Zaitun, Delima dan Tin.

 

Alhamdulillah semuanya sudah bisa ditanam dan dibibitkan di Indonesia, bahkan 3 (anggur, delima dan tin) dari 5 tanaman tersebut sudah terbukti berbuah di dalam pot. InsyaAllah dua yang lain (kurma dan zaitun) menyusul. Artinya adalah kita bisa mulai menjadikan halaman atau teras kita sebagai lahan untuk memprodukan bahan pangan yang komplit untuk kita sendiri.

 

Yang lebih besarnya tentu adalah apa yang harus dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat secara luas. Tanah-tanah terbuka hijau yang selama ini dipenuhi pohon-pohon yang sekedar hijau, secara bertahap dapat diganti dengan pohon-pohon yang memberikan hasil pangan dan tentunya juga tetap menjaga kehijauan.

 

Selain keindahan dan udara segar, kebutuhan kita yang lebih mendasar adalah makanan mengapa tidak memenuhi semuanya secara sekaligus yaitu memenuhi kebutuhan pangan sekaligus menghadirkan kehijauan dan udara bersih.

 

Lebih dari itu, komposisi tanaman yang tepat di antara tanaman-tanaman Al-Quran tersebut juga akan dapat mempertahankan air bersih tersedia cukup di tanah.  Bahkan bila produksi lebih dari cukup untuk kebutuhan pangan, hasilnya bisa juga untuk sumber energi. Kurma merupakan sumber yang baik untuk bioethanol sedangkan Zaitun adalah sumber yang baik untuk biodiesel.

 

Ilmunya ada bisa training gratis di Startup Center, sumber daya alamnya ada yaitu halaman dan teras-teras rumah kita maupun ruang-ruang terbuka hijau, maka yang dibutuhkan tinggal satu saja yaitu kemauan kita untuk mulai membuat perubahan.

 

Tentu ini tidak bisa terjadi dalam sekejab, tetapi bila kita mulai berpikir dan berbuat ke arah sana sekarang insyaAllah ini akan benar-benar menjadi atsar, jejak atau tinggalan yang baik dari generasi ini untuk generasi yang akan datang. InsyaAllah.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Subscribe