Oleh Muhaimin Iqbal
Senin, 25 July 2011 07:46
Senin, 25 July 2011 07:46
Obama
pasti tidak bisa menikmati akhir pekannya kemarin, betapa tidak –
Jum’at malam sebelumnya negosiasi untuk meninggikan plafon hutang dengan
Congress gagal total ketika juru bicara House of Representative
negeri itu menghentikan negosiasinya. Dalam suratnya kepada para
colega-nya di Congress – jubir yang berasal dari Republic ini bahkan
menyebutkan bahwa “ ...pembicaraan dengan Democratic President ini adalah sia-sia...” – untuk menggambarkan masih begitu jauhnya perbedaan penawaran antara keduanya. Kalau
hanya Obama dan rakyatnya yang gelisah – sebenarnya ini bukan urusan
kita, tetapi masalahnya dalam dunia yang terlalu US$ centris seperti
sekarang ini – ketika Amerika runtuh ekonominya – semua negara lain
terkena getahnya, termasuk kita !.
Dampak
yang sangat serius dari krisis plafon hutang di Amerika terhadap
ekonomi dunia ini diungkapkan dengan akurat oleh seorang menteri di
Inggris sebagai : “ ...ancaman terbesar bagi system financial dunia
saat ini justru datang dari beberapa orang sinting di sayap kanan
Congress Amerika...”.
Melihat perkembangan yang luar bisa ini, meskipun saya sendiri tidak sepenuhnya yakin bahwa jalan negosiasi antara Obama dan Congress-nya
sudah bener-bener buntu – tetapi dari sekarang sampai tanggal 2 Agustus
2011 akan menjadi hari-hari yang menegangkan bagi para pemain pasar di
dunia. Seperti menonton permainan catur yang memeras otak antara Obama
dan Congress, langkah demi langkah akan diamati dengan cermat – kemudian di implementasikan oleh para pemain pasar di lapangan.
Untuk pergerakan harga emas, sepekan kedepan akan seperti naik Roller Coaster - bisa naik dengan sangat pesat seperti yang terjadi pagi ini ketika pasar Sydney dan Hongkong mulai buka
– bisa juga meluncur balik ke bawah – bila ada kemajuan yang berarti
dari negosiasi antara ‘dua pemain catur’ tersebut diatas.
Mengapa
demikian ?, bila kesepakatan kenaikan plafon hutang Amerika tidak
tercapai – maka yang terjadi seperti orang yang sakit parah di ICU dan
dicabut bantuan pernafasannya. Amerika langsung default dan hutang dan uang mereka langsung hancur nilainya – orang berburu emas untuk mengantisipasi hal ini.
Bila
akhirnya nanti dalam sepekan kedepan kesepakatan itu tercapai – maka
seperti bantuan pernafasan tersebut dipasangkan kembali – denyut jantung
Amerika akan mulai nampak kembali di layar – akan ada tanda tanda-tanda
kehidupan kembali bagi hutang-hutang Amerika. Ini sementara cukup bagi
pasar untuk seolah-olah life as usual telah kembali.
Namun
bagi yang mau berfikir panjang dan melihat realita yang ada, sebenarnya
orang dengan mudah bisa tahu bahwa seandainya toh kesepakatan itu
tercapai – sejatinya system keuangan Amerika – yang juga sangat erat
dengan system keuangan dunia – tetap lagi sakit parah. Bantuan
pernafasan tidak membuatnya sembuh, hanya memperpanjang ‘status-quo’-nya
– setahun atau maksimal dua tahun lagi akan kembali memasuki masa
krisis seperti ini. Setelah itu negosiasi yang berat akan dimulai lagi
dan kondisi seperti akhir pekan lalu itu akan terulang.
Tetapi apakah Amerika dan dunia akan terus seperti ini - tersandera oleh hutang dan dua
pihak yang tidak mau saling mengalah ?. Tidak juga kalau para pemimpin
dunia mau belajar dari sejarah-nya !. Di Amerika sendiri peristiwa yang
nyaris sama terjadi lebih dari dua abad lalu. Adalah Daniel Shays yang
tercatat dalam sejarah mampu men-trigger penyelesaian dari kebuntuan yang luar biasa antara para pemimpin negeri saat itu.
Daniel
adalah prajurit yang ikut berperang pada perang revolusi, namun ketika
pulang dia mendapati ladang pertaniannya disita oleh bank karena krisis
finansial serius yang melanda negeri itu. Ironinya adalah krisis
finansial ini sendiri penyebabnya adalah negeri itu babak belur dengan
hutang untuk membiayai perang – dan para pemimpin negeri itu tidak ada
yang mau legowo untuk memberi solusi bagi negerinya.
Walhasil
krisis yang berkepanjangan mengorbankan para pejuang seperti yang
dialami oleh Daniel Shays. Kecewa dengan ini dia membentuk pasukannya
sendiri yang diberi nama Shaysites
dan memberontak terhadap negerinya. Pemberontakan ini akhirnya bisa
ditumbangkan setelah mengorbankan sejumlah nyawa, Daniel sendiri
akhirnya masuk penjara. Tetapi dari pemberontakan inilah para pemimpin
menjadi takut dan akhirnya duduk bareng menyelesaikan masalah dengan
mulai menyusun Constitution yang digunakan di Amerika hingga saat ini.
Masalahnya adalah siapakah yang akan menjadi Daniel Shays-nya Amerika saat ini yang akan bisa memaksa Presiden Obama dan Congress-nya untuk menyelesaian perbedaan antara keduanya ?. Kita tidak mau tergantung atau terlalu terpengaruhi
oleh apa yang terjadi di sana. Kita juga tidak mau menunggu terjadinya
pemberontakan di negeri itu – biarlah rakyat negeri itu sendiri yang
mengatasi masalahnya.
Tetapi lantas apa yang bisa kita lakukan agar permainan Roller Coaster
US Dollar tidak ikut menguncang kondisi keuangan dan daya beli kita ?,
ya jauhilah US Dollar itu – juga produk-produk yang berdenominasi dalam
Dollar !. Amankan dengan aset fisik berupa emas/Dinar, kebun, ternak,
sawah, barang dagangan dlsb. sehingga ketika Roller Coaster itu menjadi tidak terkendali – Anda tidak dibuat mabuk karena telah ikut mengendarainya. Wa Allahu A’lam.
Oleh Muhaimin Iqbal
Selasa, 05 July 2011 07:36
Selasa, 05 July 2011 07:36
Membaca berita di harian Republika dua hari ini (04-05/07/11) dengan judul “Belanja Pegawai Dorong Kebangkrutan” dan “Belanja PNS Tak Terkontrol”
membuat saya miris melihat angka-angka yang disajikannya. Betapa tidak,
belanja pegawai di APBN kita telah naik dua kalinya selama empat tahun
terakhir, sementara pertumbuhan APBN-nya sendiri sangat jauh dibawah
pertumbuhan biaya pegawai yang mencapai rata-rata di kisaran 19% per
tahun ini. Pertanyaannya adalah dengan belanja yang begitu besar tersebut apakah kesejahteraan pegawai negeri selama empat tahun terakhir melonjak dua kalinya ?. Bagaimana dengan kesejahteraan rakyatnya ?.
Belanja pegawai yang naik 2 kalinya tersebut ternyata sangat dekat dengan teori peluruhan daya beli mata uang kertas yang saya tulis lebih dari setahun lalu.
Artinya kenaikan belanja pegawai yang lebih dari 3 kali pertumbuhan
ekonomi rata-rata ini sebenarnya kurang lebih hanya setara dengan
apresiasi harga emas pada periode yang sama. Bila harga emas ini kita
gunakan sebagai cerminan daya beli atau tingkat kemakmuran baku – maka selama empat tahun terakhir rata-rata pegawai negeri memiliki tingkat kemakmuran yang relatif tetap.
Ini
berlaku baik belanja pegawai yang dirupakan dalam bentuk gaji,
tunjangan dlsb yang diterimakan dalam Rupiah; atau yang sifatnya
fasilitas seperti jaminan kesehatan dan sejenisnya. Dengan naiknya
anggaran belanja 2 kali-nya tidak berarti lantas layanan yang diterima
masing-masing pegawai menjadi meningkat dua kalinya.
Lantas
dimana masalahnya ?, pihak yang membayar yaitu pemerintah telah
mengeluarkan anggaran yang terus melambung – sementara yang menerima
pembayaran yaitu para pegawai bisa jadi tidak merasakan kesejahteraannya
ikut melambung. Artinya bila status loose -loose
semacam ini terus berjalan, maka kemungkinan yang terjadi adalah
seperti yang ditulis dalam judul berita-nya Republika tersebut diatas –
negaranya bisa bangkrut, sementara para pegawai juga tidak merasakan
kemakmuran-nya.
Tanda-tanda
kebangkrutan ini sudah begitu nyata, di beberapa daerah belanja pegawai
mencapai lebih dari 70% dari belanja daerahnya, bahkan ada yang sudah
mencapai 83 %. Lantas apa yang tersisa untuk pembangunan, memelihara
infrastruktur, layanan masyarakat dlsb ?. Inilah dampak yang mengerikan
itu, jalan-jalan tidak dibangun apalagi dipelihara, lampu penerangan
mati tidak diganti, pusat-pusat layanan masyarakat seperti rumah sakit,
pasar dlsb. tidak lagi dibangun dlsb.dlsb.
Disamping
biaya pegawai yang sudah ketahuan angkanya begitu besar tersebut, ada
beban biaya pegawai yang amat sangat besar yang kini juga belum
terungkap yaitu dana pensiun yang akan dibayarkan ke pegawai-pegawai
tersebut dan jaminan kesehatan hari tua-nya. Biaya-biaya yang akan
datang ini akan ikut membengkak sebagai dampak langsung dari
membengkaknya biaya yang timbul kini.
Harus ada keberanian yang luar biasa bagi para pihak untuk melakukan perubahan yang sifatnya revolusioner agar situasi loose-loose ini menjadi win-win. Dan perubahan ini harus dari atas, tidak bisa dari bawah. Para CEO perusahaan besar – banyak yang capable untuk melakukan perubahan besar ini
– mulai dari memangkas jumlah departemen sampai mengurangi jumlah
pegawai. Karena skalanya negara – tentu lebih rumit dan lebih luas
dampaknya – namun tidak berarti tidak bisa dilakukan.
Yang diperlukan adalah seorang Hafiidzun ‘Aliim seperti Nabi Yusuf yang mau mengajukan diri untuk menyelamatkan negerinya dari paceklik yang imminent,
Orang yang pandai menjaga (mengelola) dan berpengetahuan inilah yang
akan bisa membuat langkah-langkah yang tidak biasa yang ditunjang oleh
kedalaman ilmunya. Saya belum tahu siapakah tokoh Hafiidzun ‘Aliim tersebut di negeri ini dan di jaman ini, tetapi mestinya ada – lha wong penduduk Indonesia mencapai 240-jutaan - masak nggak ada yang memenuhi syarat.
Sambil menunggu adanya Hafiidzun ‘Aliim
yang barangkali mau mencalonkan diri jadi Presiden Indonesia 2014, saya
hanya bisa ‘bermimpi’ seperti apa gerangan langkah-langkah luar biasa
yang akan menyelamatkan negeri ini dari kebangkrutan. Berikut adalah
langkah-langkah dalam ‘mimpi’ saya tersebut ;
Pertama yang dia lakukan adalah
memangkas drastis struktur kabinet yang saat ini terdiri dari 4 Menko,
20 Menteri yang memimpin departemen , 10 Menteri negara yang tidak
memimpin departemen dan 3 pejabat setingkat menteri. 37 Menteri atau setingkat menteri ini dipangkas tinggal 7 saja atau kurang dari 1/5-nya.
Mengapa
hanya 7 ?, begini logika ‘mimpi’nya – bila persoalan itu terlalu rumit
sehingga sulit kita pahami apalagi pecahkan – maka paling mudah
menyelesaikannya adalah dengan melihat contoh soal dan penyelesaiannya
yang sudah dilakukan oleh ahlinya. Siapakah ‘ahli’ yang paling layak kita contoh tersebut ?,
ya siapa lagi kalau bukan Uswatun Hasanah kita yaitu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalam sejarah Islam – rata-rata tujuh
bidang tersebutlah yang ada di negara-negara khilafah mencontoh af’al (perbuatan)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Apa saja bidangnya tentu perlu
dikaji secara lebih mendalam – maklum di ‘mimpi’ tentu semuanya perlu
diperjelas, tetapi bisa dipelajari dari sejarah negara-negara khilafah.
Mungkinkah
ini dilakukan di jaman ini ?, saya melihat kemungkinannya dari dua
contoh. Pertama adalah contoh di puncak kejayaan negara khilafah yang
wilayahnya meliputi tiga benua, sebagian Eropa, sebagian Afrika dan
sebagiannya Asia, tanpa bantuan teknologi informasi dan telekomunikasi
yang canggih – mereka bisa mengelola negara dengan efektif.
Kedua adalah contoh di jaman teknologi ini, ada setidaknya dua ‘negara’ besar yaitu ‘Negara Google’ dan ‘Negara Facebook’ yang
setiap saat melayani ‘penduduk’-nya yang lebih banyak jumlahnya dari
rata-rata penduduk negara betulan. Masing-masing ‘penduduk’ tersebut
tunduk dan patuh mengikuti segala aturan yang diberlakukan si pengelola
‘negara’. ‘Negara Google’ bahkan mampu memelototi apa yang terjadi di
setiap jengkal wilayahnya yang menyelimuti seluruh permukaan bumi dan
mampu pula mendeteksi apa yang dikehendaki (dicari) rakyatnya !.
Walhasil
di jaman teknologi ini, mengelola negara betulan dengan bantuan
teknologi canggih mestinya sangat mungkin untuk bisa dilakukan dengan
jumlah departemen yang 1/5 dari yang kini ada, dan konsekwensinya jumlah
pegawai yang diperlukan juga kira-kira hanya seperlima dari jumlah
pegawai yang ada. Bila masing-maisng pegawai pilihan yang bertahan
digaji dua kali lipatnya saja, maka negara hanya akan butuh sekitar 40 %
dari belanja pegawai sekarang.
Lantas
bagaimana dengan masalah 80 % pegawai yang tidak lagi di tampung
sebagai pegawai negeri ?. Dalam ‘mimpi’ saya tersebut si Hafiidzun ‘Aliim
ini menawarkan sudut pandang lain, yaitu tidak memandang pegawai negeri
yang sangat banyak ini sebagai masalah – tetapi justru mereka inilah
solusi itu !. Lho kok bisa ?.
Terlepas
dari realita seleksi masuknya yang tidak sepenuhnya mengandalkan
kompetisi dalam kompetensi, tetapi bila di rata-rata – para pegawai
negeri tersebut adalah kelompok masyarakat yang kelasnya di atas
rata-rata penduduk pada umumnya. Mereka adalah orang orang yang
berpendidikan lebih di masyarakatnya.
Jadi sangat wajar bila mereka ‘diberi tugas lebih’ oleh pemimpin yang Hafiidzun ‘Aliim
tersebut untuk menjadi ‘tentaranya’ dalam memakmurkan negeri dan
penduduknya. Puluhan juta orang yang tadinya kerja di kantor-kantor ini,
mereka akan terjun di pasar-pasar sebagai pedagang yang tangguh, di
lahan-lahan perkebunan memakmurkan bumi, di laut mengelola hasil laut
dan menyelamatkannya dari jarahan negeri lain, mengelola tambang-tambang
dan mengambil alih peran asing, memproduksi barang-barang unggulan yang
mampu bersaing di pasar global dst.dst.
Sayang ini hanya mimpi, tetapi adakah cara yang lebih baik untuk menyelamatkan negeri ini dari kebangkrutan ?, dimana engkau si Hafiidzun ‘Aliim ?, kami menunggumu sebelum 2014 !. InsyaAllah.
Oleh Muhaimin Iqbal
Jum'at, 15 July 2011 06:31
Jum'at, 15 July 2011 06:31
Setiap kali saya menjelaskan kelemahan uang kertas – seperti pada tulisan saya kemarin (14/07/11) – tentu tidak semua orang setuju, selalu
ada yang menyanggahnya dengan mengambil contoh uang Riyal-nya Saudi
Arabia. Penyanggahan ini kemudian di justifikasi dengan cerita bahwa “...jaman
ibu-bapak kita dahulu pergi haji, 1 Riyal cukup untuk beli minuman ,
beli makanan ...dst; sampai sekarang-pun katanya demikian...”. Benarkah demikian ?, Untuk adilnya mari kita lihat kinerja daya beli Riyal ini dari statistik-nya.
Perlu diketahui bahwa sejak Juni 1986, uang Saudi Arabia Riyal (SAR) sebenarnya di-peg atau dikaitkan terhadap satuan alat tukarnya IMF yang disebut Special Drawing Rights (SDR). Namun dalam praktiknya Riyal ini seperti di peg-kan
terhadap Dollar saja, nilai tukarnya stabil di kisaran SAR 3.75/USD.
Karena nilai tukarnya terhadap USD yang relatif tetap ini, maka ketika
USD nilainya menguat - SAR ikut menguat , demikian juga berarti sebaliknya, ketika USD-nya nyungsep seperti dalam dua tahun terakhir – maka Riyal juga ikut-ikutan nyungsep. Perhatikan grafik dibawah untuk kinerja Riyal ini selama 15 tahun terakhir.
Kalau
Anda memegang uang 100 Riyal sekarang, maka bila Anda belikan emas di
Madinah atau Mekah hanya akan memperoleh emas seberat 0.5 gram lebih
sedikit. Padahal sepuluh tahun yang lalu 100 Riyal yang sama bisa untuk
membeli sekitar 3 gram emas !. Lantas dengan 1 Riyal, dapatkah kita
membeli makanan atau minuman ? – sudah sulit memperoleh makanan atau
minuman yang bisa dibeli dengan 1 Riyal dua tahun terakhir ini.
Yang
lebih nyata adalah ketika Anda harus membayar dam (denda) karena adanya
pelanggaran tertentu dalam proses ibadah haji. Dam dengan membayar
seekor kambing 10 tahun lalu nilinya hanya di kisaran 140 Riyal, bila
Anda berencana ibadah haji tahun ini – bersiaplah dengan uang di kisaran
300 Riyal untuk membayar dam per 1 ekor kambing-nya.
Untuk
mengetahui lebih jauh betapa miripnya kinerja Riyal dengan Dollar
tersebut diatas dapat kita gunakan mata uang lain sebagai pembandingnya –
grafik dibawah menunjukkan betapa harmonisnya hubungan kedua mata uang
ini. Tidak sepenuhnya buruk memang – paling tidak bagi jemaah haji atau
umrah dari Indonesia dengan standar uang Rupiah-nya,
berangkat haji/umrah serta akomodasi selama di tanah suci untuk
sementara ini terasa lebih ringan untuk kita – karena Rupiah lagi
perkasa.
Yang perlu menjadi pelajaran bagi kita adalah fenomena common trend
penurunan daya beli uang kertas ini. Bila Euro yang didukung oleh
sejumlah negara ekonomi kuat dunia tidak bisa mempertahankan daya
belinya, kemudian juga Riyal yang konon didukung dengan cadangan
minyaknya yang melimpah ternyata hanya mampu berkinerja mirip Dollar yang nyungsep
dua tahun terakhir – maka sekuat apa mata uang Rupiah kita nantinya
bisa bertahan melawan arus penurunan daya beli tersebut ?. Insyaallah
waktu nanti yang akan menjawabnya, Wa Allahu A’lam.
Oleh Muhaimin Iqbal
Kamis, 14 July 2011 08:17
Dengan
begitu jelas-nya kegagalan uang kertas yang merupakan asset utama orang
di jaman ini seperti dalam kasus Euro tersebut diatas, tidak-kah kita
ingin untuk berbuat sesuatu yang lain yang lebih berpeluang untuk
menyelamatkan generasi yang akan datang ?. InsyaAllah kita bisa.
Kamis, 14 July 2011 08:17
Ketika
18 tahun lalu sebagian besar negara-negara anggota Uni Eropa
menyepakati Perjanjian Maastricht untuk menggunakan mata uang tunggal
Euro, dunia ikut antusias menyambutnya. Saat itu seolah ada harapan akan
lahirnya mata uang baru yang bisa digunakan sebagai reserve currency,
dan mengurangi ketergantungan dunia terhadap US Dollar. Untuk beberapa
tahun di usia awalnya memang Euro berkinerja menarik, daya belinya
menguat sampai usianya yang ketujuh. Namun ternyata sama seperti mata
uang kertas lainnya, Euro nampaknya tidak akan mampu bertahan sampai
usia lanjut.
Sejak
menginjak usia ke delapan sampai kini di usia yang kedelapan belas,
Euro terus kehilangan daya belinya. Terhadap emas daya beli Euro
sekarang hanya kurang dari 1/3 dibandingkan dengan daya belinya ketika
lahir 18 tahun lalu. Ilustrasi grafik dibawah menggambarkan situasi ini.
Dibandingkan dengan US$ memang Euro masih relatif baik, tetapi ini
karena US$-nya yang berkinerja sangat buruk beberapa tahun terakhir.
Kinerja yang sesungguhnya dapat dilihat pada daya belinya terhadap emas
yang terus merosot.
Kegagalan
Euro ini menambah panjang daftar pelajaran bagi kita – bahwa tidak
satu-pun mata uang kertas yang mampu mempertahankan daya belinya dalam
jangka menengah apalagi dalam jangka panjang. Bila Euro saja yang
dilahirkan di jaman modern dengan dukungan sejumlah besar negara-negara
di zona ekonomi paling maju di dunia – tidak mampu mempertahankan
eksistensinya dalam jangka panjang, lantas apakah kita bisa yakin bahwa
mata uang yang kekuatannya hanya mengandalkan ekonomi satu negara yang
biasa-biasa saja – akan mampu bertahan ?. Inilah yang perlu kita
antisipasi, agar kita tidak menjadi korban kegagalan mata uang kertas
yang setidaknya sudah dua kali terjadi di negeri ini yaitu tahun
1965/1966 ketika terpaksa diberlakukan sanering Rupiah, dan 1997/1998 ketika daya beli uang kita turun tinggal ¼-nya.
Lantas
apa yang bisa kita lakukan untuk dapat menghindari dampak buruk dari
penurunan daya beli uang kertas (apapun namanya) ini ?.
Untuk
skala pribadi, gunakan uang kertas hanya sebatas alat tukar untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan jangka pendek lainnya.
Untuk kebutuhan yang sifatnya jangka panjang seperti dana pensiun,
tabungan biaya kesehatan untuk hari tua, biaya sekolah anak-anak kelak
dlsb. rupakan dalam bentuk benda riil yang mampu mempertahankan nilai
(seperti emas/Dinar) – syukur-syukur bisa menumbuhkan nilai dan manfaat (
seperti pohon-pohon, kebun, usaha perdagangan dlsb).
Untuk skala negara sangat banyak yang bisa dilakukan, diantaranya :
- Minimisasi penjualan (penukaran) kekayaan alam yang riil dengan uang kertas yang terus merosot nilainya. Untuk apa tabungan (devisa) kita dalam US$ terus meningkat tetapi sumber-sumber kekayaan alam kita berupa emas, batu-bara, minyak, hutan, ikan dilaut dlsb. terus dikuras dan dibawa keluar ?.
- Hijaukan bumi kita yang mulai gersang dengan tanaman-tanaman penghasil makanan maupun tanaman peneduh. Tanaman pangan sudah jelas kita butuhkan, tanaman peneduh selain menjaga udara juga menjaga ketersediaan air – yang kini juga sudah semakin mahal bagi sebagian masyarakat.
- Fasilitasi rakyat untuk membangun ketahanan ekonomi dengan menabung benda riil – apapun bentuknya, dan mengurangi ketergantungan terhadap tabungan uang kertas dalam jangka panjang. Permudah ijin perdagangan, perkebunan/pertanian, peternakan dlsb.
- Hidupkan pasar-pasar yang bisa diakses atau dijangkau semua kalangan agar terjadi perputaran benda riil – kebutuhan masyarakat – yang sesungguhnya.
- Ajari anak-anak kita – generasi yang akan datang – untuk pandai berdagang, bertani, beternak, berusaha/investasi yang sesungguhnya – jangan hanya ajari anak-anak untuk pandai menabung.
- Dlsb.dlsb.
Oleh Muhaimin Iqbal
Sabtu, 02 July 2011 08:44
Sabtu, 02 July 2011 08:44
Sepanjang pekan ini harga emas terus merosot turun sampai menyentuh angka US$ 1,480-an per troy ounce (Ozt). Tetapi untuk harga akhir tahun 2011 saya malah merevisi naik dari estimasi saya terakhir yang saya buat April lalu sebesar US$ 1,525/Ozt ke kisaran angka US$ 1,550/Ozt. Paling tidak ini adalah dari pendekatan statistik yang ditunjang oleh data 11 tahun lebih setelah juga memasukkan data harga emas dunia Mei dan Juni 2011. Revisi estimasi harga ini tidak berlaku untuk harga emas atau Dinar dalam Rupiah karena faktor penguatan Rupiah.
Tools yang saya gunakan tetap analisa trend polynomial yang secara teoritis sangat dekat dengan sebaran harga selama 11 tahun terakhir, dengan tingkat keakuratan yang direpresentasikan oleh angka R2 diatas 98 %. Grafik dan formula trend polynomial terakhir ini dapat dilihat dibawah, dari grafik dan formula inilah harga kisaran akhir tahun US$ 1,550/Ozt saya peroleh. Dengan estimasi kenaikan ini, dalam US$ harga emas akan naik di kisaran 11% antara akhir 2010 ke akhir 2011.
Lain US$ -lain pula dengan Rupiah. Rupiah menguat significant sepanjang semester pertama tahun ini, kalau toh melemah dalam semester kedua kemungkinan besarnya tidak akan menyentuh angka akhir tahun lalu yang berada di kisaran Rp 9,000/US$. Terlalu banyak factor yang sulit diprediksi untuk pergerakan Rupiah terhadap US$ ini, maka pendekatan random-lah yang saya bisa gunakan dan hasilnya dapat dilihat pada grafik dibawah.
Dari pendekatan Rupiah yang random terhadap Dollar ini, dengan tingkat akurasi yang jauh lebih rendah dari estimasi harga emas internasional dalam US$ tersebut diatas tentunya – saya memutuskan untuk tidak merevisi estimasi harga emas saya pada akhir tahun 2011 - jadi tetap pada estimasi sebelumnya pada kisaran angka Rp 450,000/gram. Bila angka ini yang tercapai nantinya, maka harga emas akhir tahun 2011 hanya naik di kisaran 9 % dibandingkan harga akhir tahun lalu yang berada pada angka Rp 411,000/gram.
Dengan tingkat kenaikan harga emas dalam Rupiah seperti pada estimasi tersebut diatas, maka tidak akan menarik bagi Anda yang mendanai pembelian emas-nya dengan uang pinjaman atau gadai – tetapi akan tetap menarik untuk mengamankan daya beli uang yang telah Anda miliki sendiri !. Wa Allahu A’lam.