Revolusi Industri Berikutnya

4:46 PM

Selama ratusan tahun di abad pertengahan, rata-rata harapan hidup laki-laki di Inggris hanya sekitar 38 tahun. Sejak revolusi industri akhir abad 18 hingga kini, usia harapan hidup di negeri itu naik lebih dari 2 kalinya menjadi 79 tahun. Negeri lain yang tidak menikmati revolusi industri, usia harapan hidupnya juga nyaris tidak bergerak. Di Angola misalnya, harapan hidup itu hingga kini masih di angka 38 tahun. Apa hubungannya usia harapan hidup ini dengan revolusi industri ?

 

Di era revolusi industri, manusia bisa bekerja dengan lebih efisien. Dengan waktu dan tenaga yang lebih sedikit, output-nya bisa jauh lebih banyak. Dengan output yang jauh lebih banyak, penghasilan meningkat demikian juga otomatis dengan tingkat kemakmuran. Kemakmuran riil penduduk Inggris misalnya, meningkat lebih dari 10 kali lipat sejak awal revolusi industri itu berlangsung hingga kini.

 

Meskipun usia orang per orang hanya Allah yang kuasa menentukan, namun secara statistik pola usia harapan hidup itu nampak terkait langsung dengan tingkat penyebaran kemakmuran suatu negeri. Negeri yang memiliki usia harapan hidup tertinggi 83 tahun kini adalah  Swiss dan Jepang. Sedangkan negeri dengan usia harapan hidup terendah adalah Angola (38 tahun) dan Swaziland (32 tahun).

 

Anda mungkin akan terkejut kalau mengetahui bahwa Angola dan Swaziland sebenarnya bukanlah negera miskin bila dilihat dari GDP per capita-nya, menurut data IMF mereka bahkan lebih kaya dari kita. Untuk tahun 2012 Angola memiliki GDP per capita US$ 6,347 dan Swaziland US$ 5,782, sedangkan Indonesia pada tahun yang sama hanya memiliki GDP per capita US$ 4,977.

 

Indonesia meskipun memiliki GDP yang lebih rendah dari Angola dan Swaziland, memiliki usia harapan hidup yang jauh lebih baik (70 tahun) karena tingkat penyebaran kemakmuran Indonesia yang lebih baik dari mereka. Untuk tingkat penyebaran kemakmuran ini salah satu tolok ukurnya adalah GINI Index, semakin tinggi GINI Index semakin tidak menyebar kemakmurannya. GINI Index menurut World Bank untuk Indonesia adalagh 34, sedangkan Angola dan Swaziland masing-masing adalah 59 dan 52.

 

Lantas apa yang membuat tingkat kemakmuran menyebar di satu negeri dan tidak terlalu menyebar di negeri lain ? salah satunya adalah proses industrialisasi sampai tingkat tertentu. Ketika industri-industri terbangun, lapangan kerja terbuka secara luas, sejumlah besar orang mendapatkan pekerjaan dan mampu meningkatkan taraf hidupnya.

 

Tetapi ketika peningkatan industrialisasi itu kemudian dilanjutkan dengan konsentrasi capital menjadi pdat modal, dan mengurangi keterlibatan tenaga kerja maka yang terjadi adalah kembali konsentrasi kemakmuran pada segelintir orang yang ditunjukkan oleh GINI Index yang naik (lagi). Amerika Serikat misalnya memiliki GINI Index 45, yang kurang lebih sama dengan Sudan Selatan tetapi untuk alasan yang berbeda.

 

Amerika telah maju membangun industrialisasi-nya dengan padat modal dan menekan jumlah tenaga kerja, sedangkan di Sudan Selatan memang proses industrialisasi-nya belum berkembang sehingga belum banyak bisa berperan dalam meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.

 

Dari contoh-contoh tersebut di atas kita sekarang bisa bayangkan apa yang kita butuhkan untuk meningkatkan kemakmuran negeri ini, yaitu proses industrialisasi untuk meningkatkan lapangan kerja tetapi juga bukan industrialisasi yang didorong oleh kapitalisme semata yang hanya akan menguntungkan segelintir orang.

 

Yang kita butuhkan adalah industrialisasi yang bisa melibatkan sebanyak mungkin orang untuk kegiatan produksi, bukan semata menjadikan penduduk kita yang besar sebagai pasar untuk mengkonsumsi produk-produk industri.

 

Maka kita butuh revolusi industri tingkat berikutnya, dan nampaknya dunia kini memang sedang menuju ke sana. Bila revolusi industri akhir abad 18 di-trigger oleh mesin uapnya James Watt, revolusi industri abad 21 trigger-nya bisa macam-macam. Mulai dari teknologi informasi, biotechnology, nanotechnology atau bahkan apa yang nampak sepele yang disebut 3D printer.

 

Printer tiga dimensi bahkan secara khusus diramalkan oleh Chris Anderson dalam bukunya Makers The New Industrial Revolution (Random House Business Book, London 2013), sebagai satu technology yang setara dengan mesin uapnya James Watt dalam menggerakkan revolusi industri tahap berikutnya.

 

Bila printer  dua dimensi perlu kertas dan tinta, printer tiga dimensi memerlukan material riil bisa- apa saja- karena yang dicetak juga barang yang riil.  Bila Anda seorang pemikir atau penemu suatu produk, Anda akan bisa mencetak produk rancangan Anda tersebut di rumah Anda sendiri tanpa harus berurusan dengan pabrik besar.

 

Inilah yang akan mendorong revolusi industri dari rumah ke rumah, industri modern nan canggih tetapi tidak harus hanya dikuasai oleh segelintir orang. Masyarakat awam-pun bisa menjadi bagian dari proses industrialisasi itu dari rumah-rumah mereka.

 

Bila proses industrialisasi yang seperti ini yang terjadi, maka kemakmuran-pun insyaAllah akan merata. Proses industrialisasi tahap berikutnya ini bahkan sudah ramai diperbincangkan di berbagai komunitas dan sejumlah seminar-pun telah digelar di sejumlah kota besar dunia. Yang terdekat adalah di Singapore awal bulan depan dan insyaAllah saya akan hadir, hasilnya nanti juga akan saya kabarkan kembali ke pembaca situs ini. InsyaAllah.

 

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Subscribe