Cermin Solusi

12:41 AM

Temuan sederhana peradaban manusia yang manfaatnya luar biasa adalah cermin, dengannya kita bisa melihat yang tidak terlihat oleh mata kita secara langsung. Dengan cermin istri kita bisa berdandan cantik, dengan cermin dokter gigi bisa melihat letak gigi yang tersembunyi, dengan cermin kita bisa mengemudikan mobil tanpa harus sering-sering menoleh ke belakang. Maka ketika baru-baru ini mengunjungi bagian negeri ini yang sangat minus, saya seperti lagi melihat sebuah cermin tentang negeri ini.

 

Bagian negeri yang saya kunjungi tersebut adalah suatu desa yang didalamnya masih ada penghuninya yang busung lapar, bahkan didalamnya juga ada kampung yang begitu banyak penghuninya mengalami keterbelakangan pikiran (idiot). Apa masalahnya ? penyebab utamanya tentu karena ransum makanan yang tidak mencukupi.

 

Mengapa mereka tidak bisa makan secara cukup , padahal jarak ke kota terdekat yang makmur kurang dari satu jam perjalanan ? makanan yang cukup memang tersedia di tempat-tempat yang tidak jauh dari desa ini, tetapi mereka tidak mampu membelinya.

 

Lantas untuk mengatasi problem di desa ini apa yang diperlukan ?, mendatangkan makanan dari daerah/kota di dekatnya ? untuk sementara bisa, bila bahan makanan tersebut digratiskan atau paling tidak dijual sangat murah ke penduduk desa yang nyaris tidak memiliki daya beli ini.

 

Solusi permanen untuk desa tersebut adalah mengajari mereka untuk berproduksi minimal untuk bahan-bahan kebutuhan pokok mereka. Bukan mendatangkan dari tempat lain, yang membuat penduduk mereka semakin tergantung sedangkan daya belinya tidak bergerak.

 

Inilah yang saya sebut cermin itu, dengan  melihat desa ini kita bisa melihat hampir secara keseluruhan Indonesia. Selain kekurangan bahan pangan tertentu dan juga energi, kita juga memiliki masalah dengan daya beli.

 

Kalau toh seandainya supplier daging dan kedelai itu masih akan terus ada sampai beberapa dekade kedepan, demikian pula dengan supplier BBM masalahnya rakyat kita belum tentu mampu membelinya.

 

Jadi solusi untuk kelangkaan daging, kedelai, bawang putih dlsb, dan solusi untuk BBM yang semakin tidak terjangkau adalah bukan membuka keran impor lebar-lebar sebab dengan ni kebutuhan pokok akan tersedia tetapi tidak terjangkau, persis seperti cermin kita berupa desa yang saya gambarkan tersebut di atas.

 

Bagaimana solusi konkritnya ? Ini adalah solusi yang kita bisa berikan ke desa-desa yang mengalami problem sejenis dan bisa menjadi cermin untuk solusi nasional kita.

 

Kita harus ajari dan semangati masyarakat setempat untuk belajar berproduksi secara sabar. Apa yang diproduksi ?, mulai dengan yang sangat dibutuhkan dahulu. Misalnya untuk daerah yang saya sebutkan di atas problemnya adalah kekurangan gizi, maka masalah gizi inilah yang menjadi prioritas.

 

Bagaimana dengan kondisi alam mereka yang sangat tandus sehingga generasi demi generasi mereka gagal memakmurkannya dan malah semakin tandus ? InsyaAllah tidak masalah, Toh Allah telah memberikan caranya untuk memakmurkan bumi yang mati sekalipun.

 

Maka desa miskin nan tandus ini-pun bisa kita ajak untuk mulai melangkah dari kilometer nol-nya. Bekali mereka dengan biji-bijian yang bisa menjadi benih dan siap tumbuh di kondisi tanah ekstrem (QS 36:33), salah satunya yang kita sudah coba adalah koro pedang.

 

Tunggu ketika musim hujan mulai tiba Alhamdulillah segersang-gersangnya wilayah di Indonesia insyaAllah masih ada turun hujan, kemudian tanam biji-bjian tersebut selagi masih berada di musim hujan.

 

Maka insyaAllah dalam empat bulan biji-biji-an tersebut mulai siap dipanen, maka paling lambat saat itulah maktuya kita berkunjung kembali ke daerah ini. Kali ini tidak perlu membawa benih lagi, kali ini bawakan mereka tempe !

 

Iya betul tempe, sebagian dimakan bareng untuk mensyukuri nikmat dari Allah atas panen perdana biji-bjian di tempat yang tandus tersebut, kemudian sebagian tempe diiris-iris tipis terus dikeringkan. Setelah kering, ditumbuk halus dan dicampur dengan tepung beras atau tepung terigu yang sudah disangrai maka jadilah desa tersebut bisa memproduksi ragi tempe-nya sendiri.

 

Selanjutnya ragi tempe inilah yang akan mereka terus gunakan untuk mengolah panenan biji-bijian mereka menjadi tempe. Sebagian besar tempe dikonsumsi untuk menyelamatkan kebutuhan gizi mereka, sebagian sangat kecil dikeringkan lagi untuk membuat tempe-tempe berikutnya.

 

Maka dengan pendekatan semacam ini, desa yang semula gersang, busung lapar dan ketertinggalan pikiran semacam ini akan mulai memiliki mesin produksinya sendiri. Mereka insyaAllah akan mampu memenuhi kebutuhan dasar utama yang selama bergenerasi mengalami ketertinggalan.

 

Ketika pendekatan semacam ini kami sampaikan ke lurah setempat, mereka terharu berkaca-kaca matanya karena tidak terbayangkan sebelumnya bahwa ada solusi untuk desa mereka.

 

Kemudian pak lurah berpesan kepada rombongan kami : Tetapi bapak-bapak harus dampingi kami setiap hari, kalau tidak setiap hari ya setiap pekan, kalau tidak setiap pekan yang setiap bulan, kalau tidak setiap bulan pokoknya seringjangan hanya lima tahun sekali !

 

Mereka rupanya mengira, kami adalah para politikus yang berkentingan dengan Pilkada, Pemilu Legislatif atau Pemilu Eksekutif yang datang kepada rakyatnya hanya setiap lima tahun sekali, setelah itu dilupakan.

 

Maka inilah cermin itu, untuk mengatasi problem bangsa ini dibidang pangan khususnya rakyat hanya perlu diajari dan dibimbing untuk mampu memproduksi apa yang mereka butuhkan. Mengimpor dari luar negeri jelas bukan solusi yan

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Subscribe