Written by Muhaimin Iqbal
Monday, 24 May 2010 08:04
Jadi jadikan emas/Dinar sebagai salah satu saja dari portfolio Anda; selebihnya bisa investasi di sektor riil; dan untuk kebutuhan jangka pendek dimana Anda memerlukan Rupiah sebagai alat tukar – kemungkinan besarnya Anda juga masih tetap memerlukan Rupiah ini sebagi bagian dari portfolio Anda.
Monday, 24 May 2010 08:04
Dalam beberapa pekan terakhir ini kita bener-bener merasakan betapa terintegrasinya ekonomi dunia sekarang. Bahkan krisis di Negara yang sangat jauh baik dari sisi geografis maupun dari sisi hubungan ekonomi-pun, dampaknya dapat kita rasakan sampai negeri ini. Rupiah bisa lunglai, saham-saham di Indonesia Stock Exchange ikut anjlog – padahal pusat epicentrum gempa financial dunia-nya ada nun jauh di Yunani sana.
Lantas dengan komponen apa kita bisa membangun ‘bangunan tahan gempa financial’ kita ?, agar rencana pendidikan anak-anak yang masih belasan tahun, rencana pergi haji lima tahun mendatang, rencana renovasi rumah setiap sepuluh tahun, tabungan hari tua agar tetap mandiri sampai akhir hayat dlsb. dlsb. - tidak setiap saat terekspose risiko krisis financial global ?.
Emas atau Dinar-lah salah satu batu bata yang kokoh untuk bangunan finansial Anda sebagai jawaban dari risiko tersebut diatas, yang insyallah tahan gempa krisis financial global dengan frequency kejadian dan severity yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Emas/Dinar memiliki enam alasan yang tidak terbantahkan dan tidak dimiliki oleh instrumen investasi lainnya sebagai berikut :
Insurance Against Inflation
Harga kambing di jaman Rasulullah SAW 1 Dinar, sekarang-pun uang satu Dinar tetap dapat untuk membeli kambing ukuran besar. Apakah ada uang lain di dunia yang terbukti stabil daya belinya ( dengan average inflasi 0%) sepanjang lebih dari 1,400 tahun …?
Insurance Against Currency Devaluation
Negara-negara di dunia bila dalam posisi kepepet sering melakukan tindakan drastic men-devaluasi mata uangnya; bila ini terjadi, maka rakyat yang tidak siap selalu jadi korban. Emas atau Dinar adalah instrumen yang paling efektif dan praktis untuk cover risiko ini.
Optimal Security Against Geo-Political and Financial Market Instability
Ekonomi dan politik dunia saat ini seperti berada pada tanah yang labil, ‘gempa’ dalam skala besar bisa mulai dari krisis politik yang kemudian merambat ekonomi – dan sebaliknya bisa berawal dari ekonomi kemudian merembet ke politik. Selagi ada tempat ‘investasi’ yang lebih stabil, mengapa tidak pilih tempat tersebut ?.
Independently Based On Its Own Demand and Supply
Harga emas atau Dinar tidak ditentukan oleh kebijakan politik atau ekonomi suatu Negara manapun; harga emas bagian terbesarnya adalah dihasilkan oleh mekanisme supply and demand di market. Banyak pihak berusaha mempermainkannya selama ini, namun mekanisme pasar tetap lebih dominan.
Inherent Intrinsic Value
Emas membawa nilainya sendiri (inherent), tidak bisa didevaluasi oleh kebijakan suatu negara. Tidak pernah pula dalam sejarah peradaban manusia emas kehilangan daya belinya.
Portfolio Diversifier & Stabilizer
Sebagus apapun emas/Dinar sebagai instrumen investasi, saya tetap tidak menyarankan Anda memindahkan seluruh invesati Anda ke emas/Dinar. Kaidah investasi jangan menaruh seluruh telur pada keranjang yang sama – tetap berlaku; bukan karena risiko terhadap emasnya – tetapi karena kebutuhan Anda yang bisa tiba-tiba berubah.
Written by Muhaimin Iqbal
Tuesday, 18 May 2010 07:14
Hal yang paling banyak ditanyakan oleh pembaca situs ini ke saya adalah pertanyaan seputar kapan waktu terbaik untuk membeli Dinar/Emas dan kapan waktu terbaik untuk menjualnya. Tulisan ini untuk memberi jawaban secara umum, agar jumlah e-mail yang saya harus jawab menurun J.
Untuk membeli emas atau Dinar dengan tujuan membangun ketahanan ekonomi jangka panjang, agar anak-anak bisa sekolah sampai tuntas, agar ketika tua kita tidak menjadi beban orang lain, agar asset yang merupakan hasil jerih payah kita tidak terus menurun nilainya dari waktu – ke waktu; maka membeli emas untuk tujuan ini dapat dilakukan kapan saja.
Dalam rentang waktu jangka menengah/panjang, tidak ada istilah ketinggian untuk harga emas atau Dinar. Ketika harga Dinar pertama kali menyentuh nilai Rp 1,000,000/Dinar (emas di kisaran Rp 237,000/gram) sekitar dua setengah tahun lalu – tepatnya tanggal 27 Oktober 2007; saat itu banyak yang berpendapat harga Dinar sudah ketinggian – lalu sementara permintaan Dinar menurun.
Ironinya ketika 13 bulan kemudian (27/11/2008) harga Dinar menyentuh angka Rp 1,400,000/Dinar ( emas di kisaran Rp 325,000/gram), permintaan Dinar justru mencapai titik tertingginya. Kemudian 3 bulan berikutnya lagi (19/02/2009) ketika angka menyentuh Rp 1,600,000/ Dinar ( emas di kisaran Rp 373,000/gram), kembali permintaan Dinar mencapai titik tertinggi berikutnya.
Dari fakta-fakta diatas, Anda akan mudah memahami bahwa bila Anda menabung untuk tujuan proteksi nilai atau membangun ketahanan ekonomi dalam jangka panjang – maka tidak ada waktu yang salah untuk memindahkan asset Anda dari Asset yang berpeluang mengalami debasement (penurunan nilai) yaitu uang kertas ke asset yang terbukti memiliki daya beli stabil sepanjang zaman yaitu emas atau Dinar.
Apakah trend yang terjadi seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka tersebut diatas akan terus berlangsung ?, dan harga emas/Dinar yang sekarang dianggap sudah benar-benar ketinggian oleh sebagian orang – akhirnya akan turun juga ?.
Dalam jangka pendek iya, bisa jadi harga emas/Dinar akan turun. Namun sekali lagi dalam jangka panjangnya – lebih banyak faktor fundamental yang mendorongnya naik ketimbang turun. Salah satu faktor yang sangat dominan adalah realitas bahwa uang kertas dunia saat ini dibangun dengan hutang – ketika hutang menumpuk dan tidak ada lagi yang bisa/mau memberi hutangan baru – sedangkan hutang lama harus dibayar – maka pasti uang kertas jatuh nilainya.
Grafik diatas adalah prediksi OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) untuk negara-negara yang konon paling kuat ekonominya. Rata-rata negara anggota OECD ternyata akan memiliki hutang (liabilities) yang melebihi GDP-nya tahun depan (2011). Dari grafik diatas, dapat kita ambil kesimpulan sederhana bahwa seluruh mata uang negara-negara anggota OECD akan turun significant (mengalami debasement) dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama – kecuali China. Ketika nilai uang kertas jatuh, apa yang terjadi dengan harga emas dan benda riil lainnya ? – sederhana, harga emas dan benda riil lainnya akan melambung !.
Untuk sementara China berkemungkinan bisa bertahan paling lama dalam hal kekuatan mata uangnya. China juga merupakan negara yang sangat pinter dalam mendorong rakyatnya membangun ketahanan ekonomi – dengan menganjurkan langsung dan mempermudah rakyatnya membeli emas – mumpung ekonomi mereka kuat dan uang mereka lagi perkasa.
Jadi kalau kita mau belajar sampai ke negeri China termasuk dalam hal ketahan ekonomi ini, maka insyaAllah tidak ada waktu yang salah untuk membeli emas atau Dinar.
Membeli emas/Dinar hanya akan salah bila tujuannya untuk spekulasi jangka pendek. Karena dalam jangka pendek harga emas akan terus bergejolak – sehingga sangat mungkin Anda merugi karena fluktuasi ini.
Lantas kapan waktu menjualnya yang terbaik ?; Yang terbaik adalah ketika Anda membutuhkannya untuk keperluan riil seperti membayar sekolah, pergi haji, membayar rumah, membayar biaya kesehatan, memindahkan ke investasi sektor riil dlsb. Anda tidak akan pernah menyesal mencairkan emas atau Dinar Anda untuk keperluan-keperluan yang riil tersebut.
Sebaliknya bila Anda menjual emas/Dinar hanya karena tertarik harga lagi tinggi – maka sangat mungkin Anda bisa menyesal karena angka tertinggi saat ini – bisa saja menjadi kelihatan sangat rendah hanya dalam belasan bulan kedepan seperti contoh angka-angka tersebut diatas.
Ringkasnya adalah membeli emas/Dinar yang terbaik adalah pada saat Anda memiliki excess fund untuk keperluan jangka panjang; dan menjualnya terbaik adalah ketika Anda membutuhkannya untuk menutup kebutuhan yang riil.
Sebaliknya membeli emas/Dinar untuk tujuan spekulasi jangka pendek selalu berpeluang untuk rugi karena fluktuasi jangka pendek; dan demikian pula menjual emas/Dinar hanya karena melihat harga tinggi sesaat – juga bisa menyesal – karena rekor-rekor tertinggi harga emas akan terus bermunculan sejalan dengan debasement mata uang kertas. Wa Allahu A’lam.
Reksadana VS Dinar Emas | Sudah banyak dipahami orang bahwa investasi yang mungkin paling baik saat ini adalah reksadana, dilihat dari tren saat ini memang reksadana sungguh menggiurkan namun semuanya kembali kepada masing-masing profile resiko orang tersebut, ada orang yang mempunyai toleransi terhadap kerugian sangat tinggi , namun ada juga yang gak mau "rugi", dia ingin uangnnya tetap tapi terus bertambah, ada pepatah "high risk high return" ya.. demikian juga berlaku di reksadana, semakin tinggi resiko kerugian yang dihadapi berbanding lurus dengan keuntungan yang dapat diperoleh.
Namun banyak orang ketika dihadapkan nilai reksadana yang turun sangat tajam seolah jantungnya juga ikut-ikutan turun, bahkan untuk pemain saham langsung banyak yang berguyon, untuk main saham sebaiknya punya jantung "cadangan", karena didunia saham pergerakan naik dan turun sangat cepat dan jaraknya bisa sangat tinggi, namun seiring dengan ketentuan pasar modal terbaru maka penurunan yang sangat cepat dan dalam serta kenaikan yang cepat dan tinggi sudah dapat diminimalisir.
Ada reksadana yang menggunakan single price ada juga yang menggunakan double price biasanya untuk yang double price adalah reksadana yang menggunakan mata uang asing, untuk mata uang rupiah kebanyakan menggunakan single price.
Melihat pergerakan NAB (Nilai Aktiva Bersih) dalam reksadana dihubungkan dengan pergerakan nilai Dinar Emas dan memiliki kesamaan maka saya beranggapan mengapa pergerakan nilai dinar saya anggap sebagai NAB Dinar, jadi menurut saya dibanding berinvestasi dalam reksadana mata uang fiat, maka kita dapat beralih ke "reksadana" dengan berbasis mata uang dinar emas dengan keunggulan sistem yang mudah murah, karena analisis yang digunakan hanya menggunakan analisis fundamental hehe :) tidak perlu analisis teknikal yang rumit dan bikin pusing kepala dan bikin sulit untuk memutuskan buy or sell.
Di "reksadana dinar emas" anda dapat memulaiknya dengan pembukaan account yang cukup murah yaitu sebesar 0.25 dinar atau dengan harga dinar sekitar 1.5 juta perdinar maka pembukaan account hanya sebesar Rp. 375.000 saja, dan setoran atau topup selanjutnya hanya 0.1 dinar atau sekitar Rp. 150.000 saja cukup murah dan saya yakin ketika seseorang topup sangat jarang dengan jumlah Rp. 200.000 kebawah.
Saudara ingin memulainya ? silakan mencicil dinar emas mulai sekarang jangan pernah ditunda, jangan ditunda hingga harga turun, jangan ditunda lagi, lakukan sekarang ketika dana sudah ditangan langsung belikan dinar emas atau anggarkan setiap bulan untuk mencicilnya, lakukan saja dan lihat hasilnya.
Semoga makin semarang dinar beredar diantara masyarakat sehingga dominasi uang fiat sedikit berkurang, jangan tunggu pemerintah melakukannya tapi mulailah dari diri sendiri saat ini juga ... JANGAN TUNDA.
Semoga Allah memudahkan langkah baik yang kita tempuh... Amiiin.
Written by Muhaimin Iqbal
Friday, 30 April 2010
Friday, 30 April 2010
Sekitar tiga belas tahun lalu di awal 1997 serentetan krisis dalam skala regional bermula di Thailand. Di awali dengan hengkangnya para investor karena penurunan pertumbuhan ekonomi negeri itu, krisis kemudian diperburuk dengan ulah spekulator mata uang sampai-sampai bank sentral Thailand harus menguras sampai 90% dari cadangan devisanya hanya untuk mempertahankan nilai tukar uang Baht-nya.
Cilakanya, krisis ini tidak berhenti di Thailand. Negara-negara tetangganya segera tertular dan bahkan yang terparah dan paling sulit sembuhnya adalah negeri kita. Pada puncak krisis nilai uang kertas kita pernah tinggal kurang lebih seperenamnya dari nilai sebelum krisis (Akhir 1996 US$ 1 = Rp 2,350 ; Juli 1998 US$ 1 = Rp 14,000) bila dibandingkan dengan US Dollar. Padahal di negeri dimana krisis berawal; uangnya hanya mengalami koreksi 61 % saja ( Akhir 1996 US$ 1 = Baht 25.50 ; Juli 1998 US$ 1 = Baht 41.12).
Pelajaran pertama yang kita ambil dari krisis 1997/1998 tersebut adalah bahwa krisis financial bersifat sangat menular karena kelemahan system financial global saat ini. Pelajaran keduanya adalah negara-negara yang tertular oleh krisis finansial, bisa menjadi korban yang bahkan lebih parah dari negara yang mengalami krisis yang pertama.
Kini tigabelas tahun kemudian, kita melihat proses penularan krisis berulang. Belum juga dunia sembuh oleh menularnya krisis di Amerika dua tahun lalu, krisis sejenis sekarang siap mewabah di Eropa. Yunani yang menjadi pemicu pertamanya, per kemarin hutang pemerintahnya sudah jatuh ke nilai terendah pada tingkat Junk (sampah !). Krisis Yunani sudah menulari Portugal, Spanyol dan bisa jadi akan segera pula menular ke negara-negara lain.
Pada setiap krisis tersebut; uang kertas selalu hancur di negara-negara yang terkena krisis. Setiap kali pula uang kertas hancur, pelarian utama yang paling mudah bagi masyarakat yang ingin menyelamatkan assetnya adalah ke emas. Tidak heran bila harga emas justru melonjak pada setiap krisis terjadi; pertama karena daya beli uang kertas yang dipakainya menurun, kedua karena dorongan naiknya permintaan.
Sebelum krisis melanda negeri ini 1997/1998; harga emas di Indonesia pada awal 1997 hanya di kisaran Rp 23,400 / gram; di puncak krisis 1998 emas berada pada kisaran harga Rp 147,000/ gram. Meskipun akhirnya sempat membaik ke kisaran angka Rp 65,000-an akhir 1999/awal 2000; perlahan namun pasti harga emas menjulang sampai Rp 340,000/ gram kini. Harga emas saat ini sudah lebih dari 5 kalinya bila dibandingkan harga emas paska krisis, dan 14.5 kalinya dibandingkan harga emas sebelum krisis !.
Grafik yang saya sajikan diatas adalah kenaikan harga emas gradual yang terjadi dalam kondisi normal. Bila dalam kondisi normal saja harga emas naik menjadi lebih 5 kalinya dalam sepuluh tahun terakhir; apa jadinya bila krisis Yunani meluas ?.
Dalam beberapa pekan kedepan seluruh dunia finansial akan melototi bagaimana krisis Yunani ini di handled oleh pemerintahnya dan juga pemerintah negeri-negeri yang saling terkait. Puncaknya adalah tanggal 19 Mei 2010 dimana hutang Yunani senilai 8.5 Milyar Euro akan jatuh tempo.
Kinta memang jauh dari Yunani baik secara fisik maupun keterkaitan ekonomi, ekonomi kita juga lagi baik-baiknya, namun karena tanpa krisispun harga emas naik seperti yang tercermin dari grafik tersebut diatas – maka penyelamatan asset ke emas/Dinar untuk mengamankan hasil jerih payah jangka panjang selalu advisable untuk dilakukan kapan saja. Jangan menunggu krisis menular....!. Wa Allahu A’lam.
Written by Muhaimin Iqbal
Friday, 07 May 2010 07:35
Friday, 07 May 2010 07:35
Dalam tulisan saya dua hari lalu tentang Gold War saya ungkapkan bahwa emas ‘dibenci’ pemerintah dan otoritas dunia, karena begitu mudah digunakan untuk membaca masalah-masalah yang melanda system financial yang ada. Melesatnya harga emas dunia semalam yang menembus angka diatas US$ 1,200/Oz membuktikan hal ini, bahwa system keuangan dunia lagi sakit dan ada kemungkinan komplikasi yang parah.
Awalnya penyakit itu berasal dari krisis yang melanda Yunani, kemudian menular ke tetangganya yang pertahanan ‘tubuh’ ekonominya juga lemah seperti Portugal dan Spanyol, kemudian seluruh Eropa terpengaruh dengan anjloknya Euro mendekati 9% sejak awal tahun ini.
Dan puncaknya semalam ketika dalam beberapa jam perdagangan saja Index Dow Jones Industrials terpangkas hampir 1000 points. Secara umum dalam perdagangan bursa dunia kemarin, rata-rata indexs turun diatas 3 %.
Dengan wabah yang ditularkan oleh Yunani ini, semua nilai Asset yang ditentukan dengan mata uang kertas menjadi semu. US$ yang nampak relatif perkasa saja bila dibandingkan dengan mata uang kertas lainnya, setahun terakhir nilainya turun sebesar hampir 25% dibandingkan dengan emas – atau per pagi ini harga emas dalam US$ setahun terakhir naik sekitar 32%.
Apakah dampak krisis ini juga akan menjangkau kita yang ribuan miles jauhnya dari Yunani ? secara fisik memang kita berjauhan dari epicentrum krisis. Namun secara system, semua saling terkait. Ketika bursa dunia berjatuhan, maka bursa kita-pun ikut jatuh.
Selain system yang saling terkait, komplikasi lain yang sifatnya internal kita juga ada, yaitu pertahanan ‘tubuh’ dari system keuangan kita lagi rentan isu pergantian pejabat otoritas keuangan negeri ini. Karena berbagai hal inilah nilai uang Rupiah kita dalam sepekan terakhir turun sampai sekitar 4 % bila dibandingkan dengan US$, dan turun sekitar 8% bila dibandingkan dengan harga emas.
Karena selama ini kita menggunakan unit of account Rupiah dalam menilai asset-asset atau transaksi kita, maka ketika nilai mata uang kertas kita jatuh – nilai asset-asset tersebut juga ikut jatuh. Misalkan sepekan lalu Anda bernegosiasi untuk membeli rumah seharga Rp 1 Milyar – saat itu nilainya setara dengan 685 Dinar; bila Anda selesaikan transaksi tersebut hari ini maka rumah yang harganya Rp 1 Milyar tersebut – kini cukup Anda beli seharga 628 Dinar. Dalam Rupiah tetap, tetapi dalam Dinar rumah tersebut telah turun nilainya sebesar 8 % lebih – dalam sepekan !.
Proses yang sama inilah yang membuat asset-asset negeri ini, baik yang berasal dari BUMN maupun swasta – berpindah tangan dari kepemilikan bangsa ini ketangan asing paska krisis 1997/1998. Ketika nilai uang kita paska krisis tinggal seperempatnya dibandingkan dengan sebelum krisis, betapa murahnya asset-asset bangsa ini bila dibeli dengan mata uang asing yang lebih perkasa melalui masa krisis.
Sehingga jangan heran bila Anda sempat berjalan di sepanjang jalan protocol ibu kota yaitu dari ujung Jl. Thamrin di utara sampai ke ujung Jl. Sudirman di selatan – tengoklah kiri kanan dan lihatlah papan nama – panan nama yang menjualng indah di pencakar langit – pencakar langit pusat bisnis kebanggaan kita tersebut, lalau bertanyalah siapa yang memiliki saham (mayoritas) perusahaan-perusahaan tersebut ? jawabannya kemungkinan besar bukan kita lagi.
Di pintu gerbang Jalan Thamrin ada perusahaan telekomunikasi kebanggaan bangsa ini (dahulu) – kini negeri ini tinggal memiliki saham 14.29 % saja; 65 %-nya milik asing dan sisanya 20.71% public – yang bisa jadi sebagiannya juga asing.
Mendekati ujung Jalan Sudirman ada bank swasta kebanggaan kita (dahulu), bank ini didirikan oleh para pengusaha pejuang yang sebagian besarnya saya kenal pribadi dengan sangat baik. Bahkan waktu mereka mendirikan bank tersebut tahun 1955 – motifnya bukan untuk mencari keuntungan, tetapi ingin mengisi kemerdekaan !. Ironi sekali, karena bank tersebut kini ultimate shareholder-nya adalah suatu group perusahaan dari negeri jiran.
Pengalaman-pengalaman memilukan banyak terjadi dialami oleh temen-temen yang bekerja di perusahaan-perusahaan yang diambil alih pihak asing ini, bukan masalah materi – tetapi lebih kepada masalah harga diri. Setelah 65 tahun merdeka, ternyata yang banyak ‘mengisi’ kemerdekaan ini bukan lagi kita – tetapi para investor asing baik dari negeri jiran maupun dari negeri yang jauh L.
Lantas bagaimana kita menghindari pengalaman ini terus dan terus terulang, baik dalam skala pribadi maupun dalam skala bangsa ?. Jawabannya adalah pertahankan nilai kekayaan kita dengan unit of account yang sesungguhnya, yang nilainya tidak mudah rusak oleh isu dan tidak terpengaruh oleh wabah penyakit global seperti penyakit yang ditularkan oleh negeri nun jauh disana – Yunani.
Dinar bisa menjadi solusi yang konkrit untuk hal ini, kalau toh di tingkat perusahaan atau negara belum bisa mengambil Dinar ini sebagai solusi – toh kita sudah bisa mengamankan asset kita sendiri dengan Dinar ini. Mulai yang kita bisa, mulai yang kita tahu – insyaAllah Allah akan membimbing kita terhadap apa yang kita belum tahu...Amin.
Written by Muhaimin Iqbal
Wednesday, 05 May 2010 08:18
Wednesday, 05 May 2010 08:18
Tulisan ini saya sarikan dari buku Gold Wars : The Battle Against Sound Money As Seen From Swiss Perspective , karya Ferdinand Lips (Foundation for Advancement of Monetary Education, 2001). Menariknya, buku ini ditulis oleh seorang Swiss Banker - yang bahkan sempat mendirikan bank sendiri menggunakan namanya – yang sangat tahu seluk beluk permainan terhadap emas dunia.
Menutut Lips ini perang terhadap emas dimulai tahun 1933 ketika President Amerika waktu itu Franklin D Roosevelt menyita seluruh emas yang dimiliki warga negaranya, dan menaikan harga emas di negeri itu dari US$ 20.67/ounce ke US$ 35.00/Ounce. Perang ini menjadi semakin serius sejak ditinggalkannya Breton Woods Agreement 1971 – dimana sejak saat itu praktis tidak ada satu uang-pun di dunia yang dikaitkan dengan emas – kecuali Swiss.
Swiss merupakan negara yang bertahan mengkaitkan uangnya dengan emas sampai tahun 1992 – itulah sebabnya sampai tahun tersebut mata uang Swiss yaitu Swiss Franc adalah yang paling kuat di dunia. Swiss dahulu juga merupakan surga bagi warga dunia yang ingin mengamankan asetnya.
Namun sejak tahun 1992, Swiss juga menjadi anggota IMF, dan sebagai anggota IMF mereka wajib tunduk pada aturan-aturan IMF yang antara lain melarang anggota IMF mengkaitkan uangnya dengan emas. Uang boleh dikaitkan dengan hasil-hasil peternakan, pertanian dan lain sebagainya atau apapun tetapi tidak boleh dikaitkan terhadap emas.
Lantas mengapa bank-bank sentral dunia dalam koordinasi IMF ini memerangi emas ?. Menurut Ferdinand Lips ini adalah karena emas merupakan barometer standar yang dengan mudah dapat mendeteksi bila ada yang salah dalam system keuangan yang ada di dunia – dan para otoritas keuangan dunia tentu tidak suka kesalahannya mudah dibaca hanya dengan melihat harga emas !.
Dia mencontohkan apa yang terjadi di Amerika pada tahun 1960-an. Awal kesalahan system keuangan negeri itu terbaca dari naiknya harga emas dari US$ 35/Ounce ke US$ 40/Ounce pada masa pemerintahan Kennedy. Situasi kemudian memburuk pada akhir dasawarsa 60-an tersebut ketika Amerika terjerumus dalam perang yang tidak pernah bisa dimenangkannya yaitu perang Vietnam.
Puncaknya tahun 1971 ketika Amerika benar-benar tidak bisa mengendalikan system keuangannya dan terpaksa melepaskan kaitan antara US$ dengan emas. Hari-hari yang mencekam dalam system keuangan Amerika yang belakangan menular keseluruh dunia ini – terekam dari cerita para pelaku langsung yang ditulis oleh Ferdinand Lips ini sebagai berikut :
“Pada tanggal 10 Agustus 1971 sekolompok bankers dan economist berkumpul membicarakan krisis moneter yang genting di negeri itu, termasuk diantara yang hadir adalah Paul Volker yang saat itu menjabat Under-secretary of the Treasury for Monetary Affairs.
Ada dua opsi solusi yang saat itu dibicarakan; pertama menaikkan suku bunga atau menaikkan harga emas – namun nampaknya Paul Volker tidak mengambil salah satunya. Dia mengambil solusi yang tidak terbayangkan waktu itu yaitu meninggalkan emas sama sekali dari referensi uang US$ Amerika. Sepekan kemudian keputusan ini dimumumkan oleh presiden AS saat itu Nixon yang kemudian menimbulkan kejadian yang mengguncang dunia yang dikenal sebagai Nixon Shock 1971.”
Sejak saat itu perang terhadap emas semakin hari semakin meningkat yang digambarkan digambarkan oleh Lips (meninggal 2005, konon meninggal tidak wajar karena terlalu banyak tahu !) antara lain sebagai berikut :
“Dengan bantuan pemerintahan-pemerintahan dunia, di tahun 1990-an, perang terhadap emas memasuki fase yang sangat destructive. Bank-bank central menjual atau meminjamkan emasnya untuk menghancurkan harga emas...”.
Bila ‘perang’ yang diungkapkan oleh Ferdinand Lips tersebut benar adanya – kemungkinannya memang begitu karena sebagai ‘orang dalam’ dari system perbankan dunia tentu apa yang ditulisnya memiliki dasar yang kuat – maka dalam ‘perang’ ini hanya ada dua pihak, yaitu system uang yang adil berbasis emas dan system uang yang destructive yang berbasis uang kertas. Hati kecil kitalah yang bisa menjawab, system yang mana yang seharusnya kita bela...Wa Allahu A’lam.
Written by Muhaimin Iqbal
Monday, 03 May 2010 07:50
Monday, 03 May 2010 07:50
The Bank for International Settlements (BIS) adalah organisasi internasional yang anggotanya para bank sentral dari negara-negara di dunia. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk meningkatkan kerjasama antara bank-bank sentral tersebut, disamping juga berfungsi menjadi semacam bank-nya para bank sentral dunia.
Dengan anggota dan fungsinya tersebut, kita bisa bayangkan betapa powerful-nya pengaruh organisasi yang bermarkas di Basel – Switzerland ini dalam up and down-nya system keuangan dunia di jaman ini. Peran mereka yang sentral dalam tata kelola uang di dunia – juga membuat mereka memiliki akses informasi yang sangat comprehensive dalam setiap aspek keuangan dari para anggotanya.
Dengan kekuatan dan akses informasinya tersebut, laporan hasil riset dan pernyataan-pernyataan dari BIS ini layak untuk menjadi masukan yang serius bagi para pengambil keputusan keuangan atau ekonomi di semua negara – termasuk kita.
Di antara laporan-laporan tersebut yang menurut saya sangat perlu kita pahami adalah laporan hasil riset bulan Maret lalu dengan judul The Future of Public Debt : Prospects and Implications yang dapat kita unduh dari situs resmi mereka.
Berikut adalah statement-statement inti dari laporan tersebut yang implikasinya bisa sangat serius di masa-masa yang akan datang.
Abstract dari laporan ini sudah diawali dengan (dalam terjemahan bebas saya) : “Sejak awal krisis finansial, hutang negara-negara industri terus meningkat secara dramatis, dan sejauh yang dapat dilihat kedepan (foreseeable future ) hutang ini akan terus naik di masa-masa mendatang...”.
Kemudian hasil riset ini menyimpulkan empat hal sebagai berikut :
Pertama, problem fiscal dari negara industri sesungguhnya lebih lebih serius dari laporan resmi pemerintah di negara-negara tersebut. “Sungguh menakutkan bahwa hutang public mereka akan tumbuh diatas 100% dari GDP...”. Lihat grafik diatas untuk trend-nya (klik untuk melihat lebih jelasnya).
Kedua, meningkatnya hutang publik tersebut diatas telah merubah persepsi selama ini bahwa hutang jangka panjang negara dalam berbagai bentuknya yang selama ini dianggap berisiko rendah, kedepannya akan menjadi berisiko tinggi. Hutang pemerintah Yunani misalnya, kini sudah menjadi junk - yaitu yang sangat rendah nilainya.
Ketiga, problem hutang yang terlalu tinggi akan menekan akumulasi modal, menurunkan pertumbuhan produktifitas dan menurunkan potensi pertumbuhan jangka panjang.
Keempat, mendung ketimpangan fiscal jangka panjang menimbulkan risiko instabilitas moneter. Dinamika hutang yang tidak stabil akan meningkatkan inflasi yang disebabkan oleh godaan pada para pengelola keuangan negara untuk menurunkan tingkat hutang dengan mencetak uang dalam berbagai bentuknya.
Puncak gunung es yang merupakan tanda-tanda problem yang sangat besar tersebut juga sudah bermunculan dalam bentuk krisis di berbagai negara dalam dua tahun terakhir. Krisis di Amerika, Inggris, Iceland, Dubai, Latvia, Yunani, Portugal, Spanyol...dan entah negara mana lagi yang akan segera menyusul...adalah bukti-bukti kebenaran laporan tersebut diatas.
Lantas apa kaitannya ini semua dengan harga emas ?. Emas akan menjadi semakin penting perannya dalam memberikan perlindungan terhadap inflasi. Karena kesadaran terhadap hal ini akan meluas, maka sangat mungkin emas akan mengalami kenaikan harga yang eksponensial kedepan.
Dua hal yang akan menjadi pendorong kenaian eksponensial harga emas ini yaitu yang pertama adalah karena penurunan nilai uang kertas, dan yang kedua adalah karena kenaikan demand. Pertama, ketika nilai uang kertas jatuh harga emas akan menjadi sangat mahal bila dibeli dengan uang kertas tersebut.
Kedua, harga emas yang mahal tidak akan menurunkan minat orang untuk membeli emas, malah justru sebaliknya akan semakin banyak orang memburunya karena dalam situasi inflasi tinggi – emas inilah jaring penyelamatnya. Demand yang tinggi inilah yang mendorong kenaikan harga emas berikutnya.
Well, kabar baiknya adalah kenaikan ini mungkin tidak terjadi sekarang atau dalam waktu dekat, tetapi akan seiring dengan garis-garis merah di grafik-grafik tersebut diatas. Wa Allahu A’lam.