Aurum Et Argentum Comparenda Sunt
7:17 AMOleh Muhaimin Iqbal
Sabtu, 05 June 2010 16:34
Judul tulisan ini saya ambilkan dari pepatah latin yang terjemahan bebasnya kurang lebih berarti “Emas dan Perak Adalah Untuk Dibeli…”. Pepatah ini sebenarnya tidak hanya berlaku pada emas dan perak; dalam ilmu pemasaran, produk-produk yang baik akan selalu dicari dan ‘dibeli’ orang. Sebaliknya produk yang buruk akan dengan susah payah harus ‘dijual’ oleh si penjual sebelum akhirnya ‘dibeli’ orang .
Emas sebagai salah satu produk yang baik, dalam sejarah peradaban manusia menempati tempat tersendiri baik sebagai simpanan barang berharga, sebagai uang, sebagai alat investasi, sebagai instrumen untuk membangun ketahanan ekonomi dan berbagai fungsi lainnya. Di jaman ini ketika rezim uang dunia di dominasi oleh uang fiat yang rentan inflasi dan rentan isu ; dan investasi dunia-pun didominasi oleh instrumen investasi yang berbasis spekulasi – maka emas tetap memiliki tempat tersendiri yaitu sebagai tempat bersandar yang aman (safe haven) – yang setiap saat selalu dibutuhkan, terutama ketika uang dan investasi yang lain menjadi terlalu berisiko.
Masalahnya adalah kalau kebutuhan terhadap emas terus tumbuh – karena emas terus dicari orang untuk dibeli, lantas dari mana supply emas tersebut akan dipenuhi ?. Inilah masalah dan sekaligus peluangnya.
Masalah karena pertumbuhan emas yang ada di permukaan bumi hanya berkisar antara 2,000 ton – 2,500 ton per tahun, jumlah yang jelas tidak cukup bila dunia usaha rame-rame beralih ke emas sebagai safe haven-nya. Apalagi bila negeri-negeri yang persentase cadangan emasnya masih sangat rendah seperti China dan Jepang mengoreksi (menambah) cadangan emasnya.
Selain dari hasil penambangan baru dan daur ulang emas scrap, kebutuhan emas sebagai instrumen investasi ini selama beberapa decade terakhir di supply oleh penjualan cadangan emas Negara. Namun supply dari sumber yang satu ini juga tidak akan bertahan lama – lihat pada grafik diatas untuk buktinya. Amerika sudah tidak menjual lagi emasnya lebih dari seperempat abad terakhir (terlhat dari cadangannya yang tetap), Indonesia yang punya sedikit (hanya sekitar 96 ton sampai 2006) – penjualan terakhirnya (maksud saya mudah-mudahan tidak menjual lagi) 23 ton terjadi 4 tahun lalu (cadangan emas kita di BI kini tinggal sekitar 73.1 ton); hanya Eropa nampaknya yang masih melakukan penjualan sampai sekarang meskipun jumlah yang bisa dijual akan semakin sedikit dari waktu ke waktu.
Lantas darimana lagi emas kebutuhan investasi akan di supply ?, inilah peluang pertamanya – yaitu karena supply akan semakin tidak sebanding dengan demand – maka kecil kemungkinan harga emas akan turun di pasar dunia di tahun-tahun mendatang, sebaliknya harga emas akan secara fundamental cenderung naik karena keterbatasan supply.
Lantas apa yang akan terjadi setelah itu ? orang tetap butuh emas – tetapi supply emasnya tidak ada atau tidak cukup ? . Ada dua kemungkinannya, pertama dengan hard-way orang akan berburu emas melalui cara- cara perang, penyitaan emas rakyat oleh Negara (seperti terjadi di Amerika tahun 1930-an) dan cara- cara primitif lainnya untuk sekedar menguasai emas.
Atau dengan cara yang elegance yaitu umat manusia akan dapat mencukupi kebutuhan emasnya melalui guidance atau petunjukNya. Jumlah yang sedikit akan selalu cukup bila emas itu beredar/berputar; jumlah berapapun tidak akan pernah cukup bila emas disimpan /ditimbun. Jadi ketersediaan emas yang cukup untuk ‘dibeli’ oleh manusia yang membutuhkannya, akan terjamin bila :
1) Emas tidak ditimbun
2) Emas tidak digunakan untuk perhiasan laki-laki
3) Emas tidak dipakai untuk bermewah-mewah membuat tempat makan, minum dlsb.
4) Emas tidak dipakai untuk bangunan
5) Dlsb. dlsb.
Dimana aturan-aturan tersebut ada ?...hanya syariah Islam yang memiliki aturan sedetil ini….
Jadi, bahkan untuk menjamin kelangsungan pepatah latin kuno yang artinya “Emas dan Perak Untuk Dibeli…” tersebut diatas – diperlukan syariah untuk mengawalnya. Disinilah rahmatan lil-alaminnya agama akhir jaman ini. Maka nikmat Tuhanmu manakah yang engkau dustakan…?. Wa Allahu A’lam.
0 comments