Guruku Teman Seperjalananku

6:25 PM

Tidak semua orang bisa belajar secara formil dari perguruan tinggi, dan tidak semua orang juga memiliki bekal yang cukup untuk bisa belajar secara otodidak dari berbagai sumber ilmu yang sekarang mudah diperoleh dari internet. Tetapi ada salah satu sumber pembelajaran yang ringan dan mudah untuk ditempuh oleh siapa saja, dengan hasil yang tidak kalah dengan berbagai cara pembelajaran lainnya. Sumber pembelajaran yang satu ini adalah pertemanan, Anda bisa menjadikan teman-teman Anda sebagai guru Anda ! Bagaimana caranya ?

Pertama tentu pilihlah teman-teman yang Anda yakin akan membawa kebaikan bagi Anda. Pentingnya teman-teman yang baik ini sampai digambarkan ikut membentuk agama kita oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam : "Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Kita melihat begitu banyak kasus rusaknya negeri kita ini yang diawali oleh (calon) pemimpin  yang mungkin tadinya baik, tetapi karena dia salah berteman maka ikut rusaklah dia. Seorang presiden-pun bisa jatuh karena salah berteman ini, bahkan di negeri ini ada beberapa nama yang seolah orang sekedar mengenalnya-pun bisa menjadi musibah. Politisi dan para selebriti-pun harus dengan susah payah membuat konferensi pers hanya untuk menyatakan tidak mengenal nama tersebut.

Kedua adalah relalah Anda belajar dari teman-teman Anda, pahami dan terima mereka dengan kelebihan masing-masing dan juga kekurangannya. Dari kelebihan dan kekurangan tersebutlah Anda  bisa saling belajar dan saling mengisi.

Maka seperti yang saya tulis akhir tahun lalu dengan judul Tempat dan Teman Duduk Dalam Perjalanan, sepekan terakhir saya melalukan perjalanan jauh ke tempat yang tidak biasa. Tempat yang orang mendengar namanya saja sudah terasosiasi dengan bahaya dan berbagai kesulitan.

Betapa tidak, berbagai media menggambarkan tempat ini adalah sebagai penjara terbesar di dunia yang panjangnya 41 km dan lebarnya berkisar antara 6 sampai 12 km. Luasan area ini adalah sekitar 365 km2 dan total penduduk penghuni penjara ini adalahsekitar 1.7 juta jiwa. Penjara yang (berusaha) dibuat oleh Zionis Israel sejak pertengahan 2007 ini membuat sekitar 35 % lahan pertanian tidak bisa diolah dan sekitar 85% area pengangkapan ikan di laut tidak lagi bisa diakses oleh para nelayannya. Penjara yang membuat 34% tenaga kerja-nya menganggur dan sekitar 50 % generasi mudanya terjangkit penyakit NEET. Tempat inilah yang disebut Gaza atau jalur Gaza.

Namun berbeda dengan persepsi orang dan statistik di atas, dari sekian banyak perjalanan jauh yang saya lakukan sepanjang karir saya justru perjalanan ke tempat inilah perjalanan yang paling mententeramkan itu.

Mungkin inilah yang disebut paradox rasa aman dan kemerdekaan itu. Masyarakat disini terbiasa mendengar helicopter Israel berpatroli di kejauhan ketika mereka berangkat sholat subuh, mendengar dentuman-dentuman ranjau laut yang dipakai Zionis untuk menakut-nakuti nelayan agar tidak melewati batas blockade, dan di malam hari Anda dengan mudah menemukan kerlip-kerlip cahaya bergerak di langit yang bukan bintang dan bukan meteor bisa jadi itu adalah helicopter, pesawat tempur atau pesawat tanpa awak (drone) yang dipakai Zionis untuk memata-matai aktivitas di Gaza ini.

Bagi tamu seperti kami rombongan sukarelawan Shabat Al-Aqsha, yang saat ini sedang berada di Gaza rasa aman dan tenteram itu setidaknya muncul dari tiga sebab. Sebab pertama yang jelas ini insyaAllah adalah perjalanan ke tempat yang diberkahi oleh Allah sebagaimana firmanNya:

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidilharam ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS 17:1)

Sebab kedua adalah tuan rumah yang subhanallah upayanya untuk menerima dan memulyakan tamunya. Jabatannya yang sangat tinggi di pemerintahan tidak menghalanginya untuk menjemput kami langsung di pintu gerbang satu-satunya untuk memasuki daerah ini yaitu pintu gerbang Rafah. Dia juga setiap hari memaksa kami untuk makan di rumahnya bersama keluarga besarnya. Bukan hanya itu, tuan rumah yang satu ini juga mencukupi semua keperluan kami selama tinggal di Gaza ini. Tuan rumah yang bahkan tidak kita temukan di negeri-negeri yang merdeka sekalipun.

Penyebab rasa aman yang ketiga yang tidak kalah pentingnya adalah teman-teman dalam seperjalanan, mereka semua layak menjadi guru-guru saya. Ada yang kaya yang infaq dan sedeqahnya mengalir seperti air bah meringankan berbagai kesulitan warga Gaza. Ada ustadz yang memiliki lautan ilmu yang nampak tiada habisnya terus menerus memberikan tausyiahnya yang benuh dengan inspirasi.

Dan tidak kalah pentingnya sejumlah besar orang-orang ikhlas yang rela meninggalkan segala kepentingan duniawinya, usaha perdagangannya, keluarganya dan pekerjaannya untuk melakukan perjalanan ribuan mil agar bisa sekedar mengunjungi saudara-saudaranya yang lagi di-penjara oleh Zionis di rumahnya sendiri. Sekedar ingin sedikit meringankan penderitaannya atau bahkan sekedar ikut menyemangati bahwa sadara-saudaranya dari negeri yang jauh terus bersama dengan mereka dalam doa dan hatinya.

Maka teman-teman seperjalanan seperti inilah yang ikut menimbulkan rasa aman dan tenteram itu, teman-teman seperjalanan yang layak menjadi guru-guru kita insyaAllah !.

You Might Also Like

0 comments

Popular Posts

Subscribe